BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Peternakan di
Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan
telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah
komersial sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan pada saat ini
peternakan di Indonesia sudah banyak yang berskala industri. Perkembangan ini
tentu saja harus diimbangi dengan pengelolaan yang profesional dan disertai
dengan tata laksana yang baik. Tanpa pengelolaan dan tata laksana yang baik,
produksi ternak yang akan dihasilkan tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan
peternak bisa mengalami kerugian yang cukup besar (Riszqina, 2006).
Pembangunan
peternakan merupakan bagian dari penbangunan sektor pertanian yang memiliki
nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai
konsekuensi atas pertambahan jumlah penduduk indonesia. Perkembangan pola
konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah. Pada
awal kemerdekaan, pembangunan pertanian lebih diarahkan untuk mencukupi
kebutuhan karbohidrat. Secara nasional kebutuhan daging sapi dan kerbau tahun
2012 untuk konsumsi dan industri sebanyak 484 ribu ton, sedangkan
ketersediaannya sebanyak 399 ribu ton (82,5 persen) dicukupi dari sapi lokal,
sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85 ribu ton (17,5 persen).
Kekurangan ini dipenuhi dari impor berupa sapi bakalan dan daging yaitu sapi
bakalan sebanyak 283 ribu ekor (setara dengan daging 51 ribu ton) dan impor
daging beku sebanyak 34 ribu ton
(Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).
Ketersediaan
untuk memenuhi konsumsi tersebut diperoleh dari pemotongan ternak sapi dan
kerbau lokal dari sentra utama populasi dan produksi Indonesia khususnya Jawa
Barat, Banten, NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat,
Lampung dan Sulawesi Selatan. Kekurangan penyediaan konsumsi dicukupi melalui
impor sapi bakalan dari Australia dan daging beku terutama dari Australia dan
New Zealand (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).
Usaha ternak
sapi potong merupakan usaha yang saat ini banyak dipilih rakyat untuk
dibudidayakan. Kemudahan dalam melakukan budidaya serta kemampuan ternak untuk
mengkonsumsi limbah pertanian menjadi pilihan utama. Sebagian besar skala
kepemilikan sapi potong di tingkat rakyat masih kecil yaitu antara 5 sampai 10
ekor. Hal ini dikarenakan usaha ternak yang dijalankan oleh rakyat umumnya
hanya dijadikan sampingan yang sewaktu – waktu dapat digunakan jika petani
peternak memerlukan uang dalam jumlah tertentu.
Peternak sapi
potong merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi dimulai dari pemeliharaan
bibit hingga sapi tersebut dewasa dan siap untuk dijual pada konsumen. Usaha
ternak sapi potong secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan keluarga,
karena pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak sapi potong dapat memberikan
kontribusi yang cukup baik terhadap pendapatan keluarga. Usaha Sapi potong
akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
masyarakat maupun daerah yang mengusahakan sapi potong. Pada mulanya usaha
penggemukan sapi hanya dilakukan oleh peternak di beberapa daerah tertentu saja
di Jawa, seperti Bondowoso, Magetan, Wonogiri, dan Jember. Dewasa ini usaha
penggemukan sapi sudah
menyebar ke beberapa daerah di luar Jawa, seperti Lampung, Sulawesi Selatan,
dan Aceh serta di
Kabupaten Kutai Kartanegara oleh Dinas Peternakan tahun 2014 dibeberapa
kecamatan meliputi Tenggarong, Loa Janan, Sebulu Muara Kaman, Kota Bangun,
Muara Muntai, Muara Wis, Kenohan, Kembang Janggut dan Muara Badak.
Penggemukan sapi
dapat dilakukan secara perseorangan maupun secara perusahaan dalam skala usaha
besar. Namun, ada pula yang mengusahakan secara kelompok dalam kandang yang
berkelompok pula. Perkembangan usaha penggemukan sapi didorong oleh permintaan
daging yang terus-menerus meningat dari tahun ke tahun dan timbulnya keinginan
sebagian besar peternak sapi untuk mejual sapi-sapinya dengan harga yang lebih
pantas (Siregar, 2009).
Potensi dan
peluang pada sub sektor peternakan dititikberatkan pada beberapa komoditas.
Terutama komoditas yang diarahkan untuk memenuhi swasembada kebutuhan konsumsi
ternak di Kalimantan Timur. Jenis komoditi ternak yang menjadi produk unggulan
di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah ternak sapi potong, sapi perah, ternak
kambing dan ayam ras, petelur dan kerbau kalang. Sapi potong merupakan
komoditas yang masih diimpor untuk memenuhi konsumsi penduduk. Saat ini lebih
dari 30.000 ekor sapi didatangkan dari Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan untuk
memenuhi permintaan daging sapi di kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara
jumlah populasi sapi di Kalimantan Timur hanya sekitar 36.000 ekor. Hingga kini
ternak sapi masih diusahakan secara tradisional oleh penduduk sebagai mata
pencaharian sampingan atau dijadikan tabungan. Belum ada investor yang
menanamkan modalnya membudidayakan ternak sapi potong secara modern.
Secara umum di Kabupaten Kutai
Kartanegara populasi ternak
mengalami peningkatan secara fluktuarif. Populasi sapi potong tahun 2013
sejumlah 25.640 ekor tahun 2012 berjumlah 25.467 mengalami peningkatan sebesar
0.68%. Populasi kerbau tahun 2013 sejumlah 3.005 ekor dan tahun 2012 berjumlah 4.219 ekor terjadi penurunan
sebesar 28%, populasi kambing tahun 2013 sejumlah 6.468 tahun 2012 berjumlah
6.888 ekor mengalami penurunan 6.1 persen, ternak babi
tahun 2013 sejumlah 3.695
dan tahun 2012 berjumlah 4.878 ekor mengalami peningkatan sebesar 32 persen.
Konsumsi produksi peternakan seperti daging di Kabupaten Kutai Kartanegara berasal dari lokal dan pemasukan dari luar
daerah dengan konsumsi daging 7,6 kg/kapita tahun 2013 (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan,
2013).
Ternak di
Kecamatan Loa Kulu meliputi kerbau, sapi potong, kambing, dan babi. Untuk sapi
potong, populasinya paling tinggi yaitu 2.941 ekor, sedang untuk kerbau hanya
ada 89 ekor, kambing 1.227 ekor dan babi sebanyak 379 ekor. Khusus untuk babi
populasi terbesarnya ada di desa Lung Anai (BPS Kutai Kartanegara, 2013).
Desa Sumber Sari
merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Loa Kulu yang berpotensi
dalam usaha peternakan sapi potong. Peternak sapi potong di Kelompok Tani Cipta
Usaha merupakan kelompok yang mengusahakan ternak sapi potong penggemukkan yang
sudah cukup lama berdiri dan setiap tahunnya anggota kelompok tersebut
bertambah sampai saat ini berjumlah 62 orang. Dengan kata lain dalam usaha ini
memberikan pendapatan tambahan bagi para peternak tersebut. Untuk menghitung
pendapatan dalam usaha tersebut diperlukan perhitungan meliputi komponen biaya,
yang meliputi biaya tetap dan tidak tetap dalam pemeliharaan sapi sehingga dari
keseluruhan biaya akan diperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan akan diketahui
nilai layak dari usaha ternak sapi potong tersebut.
Berdasarkan
uraian di atas, menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Pendapatan Kelompok Peternak Sapi Potong Pada Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa
Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan penelitian adalah berapa
besar pendapatan yang diterima dan berapa angka R/C
serta B/C Ratio
dari hasil penjualan usaha ternak sapi di Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa
Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu
pada lebaran haji/idul adha 2015.
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
uraian dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui
besarnya pendapatan yang diterima dan berapa angka R/C serta B/C
Ratio dari hasil penjualan usaha ternak
sapi di Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu pada lebaran haji/idul adha 2015.
1.4. Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
1.
Agar
kita dapat mengetahui besarnya pendapatan usaha peternak sapi potong pada
Kelompok Tani Cipta Usaha di
Desa Sumber Sari sehingga diketahui kelayakannya.
2.
Sebagai
bahan informasi bagi mayarakat tentang potensi beternak sapi potong di Desa
Sumber Sari.
3.
Bagi
peneliti-peneliti lanjutan, hasil penelitian merupakan informasi awal untuk
mengembangkan penelitian lainnya di bidang pertanian.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Tinjauan
Umum Penelitian Sebelumnya
Fahrul (2010) , Analisis
Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Pendapatan sapi potong Menguntungkan dengan
rata-rata pendapatan per tahun yang diperoleh peternak pada stratum A dengan
kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun, stratum B dengan
kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C dengan
kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.
Adapun persamaan
dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang komoditi sapi, sedangkan
perbedaannya pada tempat penelitiannya. Penelitian sebelumnya di lakukan di Kecamatan
Tanete Rilau Kabupaten Barru, sedangkan penelitian yang akan saya laksanakan di
Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.
Hartono (2014), Analisis
Usaha Peternakan Sapi Potong Di Kelompok Tani Pancong Jaya Desa Waru Timur
Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Modal
yang dibutuhkan sebesar
Rp 16.861.718/ST yaitu modal
tetap sebesar Rp 10.116.206/ST (59,99 %) dan
modal kerja sebesar
Rp 6.745.512/ST (40,01 %). Usaha
peternakan sapi potong menguntungkan dengan
biaya produksi sebesar Rp
6.745.512. Penerimaan peternak sebesar
Rp 8.834. Pendapatan peternak
sebesar Rp 2.089.028 untuk
tiap satuan ternak (ST) dalam 1
tahun. Usaha peternakan sapi
potong efisiensi apabila dilihat dari nilai R/C Ratio yaitu sebesar 1,31.
Adapun persamaan
dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang komoditi sapi, sedangkan
perbedaannya pada tempat penelitiannya. Penelitian sebelumnya di lakukan di Kecamatan
Tanete Rilau Kabupaten Barru, sedangkan penelitian yang akan saya laksanakan di
Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.
2.2.
Tinjauan
Umum Sapi Potong
Sapi
potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena
karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara
intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan
ideal untuk dipotong. Sistem
pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem
pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua aktivitasnya
dilakukan di padang penggembalaan yang sama.
Sistem semi intensif adalah memelihara
sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh
peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah
pemeliharaan sapi-sapi dengan cara dikandangkan dan seluruh pakan disediakan
oleh peternak.
Sapi potong asli
Indonesia adalah sapi potong
yang sejak dahulu kala sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah
sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan
dibudidayakan lama sekali di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas
tertentu. Bangsa sapi potong asli
Indonesia hanya sapi Bali (Bos
Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah sapi Madura dan sapi
Sumba Ongole.
Bibit ternak, dari segi usaha
peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan
usaha. Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong di
kenal dua alternatif, yaitu:
1. Usaha
pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong.
Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya.
2.
Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan
memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang
dihrapkan adalah hasil penggemukan.
Pemilihan sapi potong
bibit dan bakalan yang akan di pelihara, akan tergantung pada selera petani
ternak dan kemampuan modal yang dimiliki. Namun secara umum yang menjadi
pilihan petani peternak, adalah sapi potong yang pada umumnya dipelihara di
daerah atau lokasi peternakan, dan yang paling mudah pemasarannya.
2.2.1
Jenis-jenis
Sapi Potong
1. Sapi Ongole
Sapi
ongole merupakan sapi keturunan Bos
Indicus yang berhasil dijinakkan
di India. Sapi ongole masuk di Indonesia mulai abad ke 19, dan dikembangkan
cukup
baik di pulau Sumba, sehingga lebih
populer dikenal sebagai sapi sumba Ongole. Persilangan sapi
ongole jantan murni dengan sapi betina Jawa, menghasilkan keturunan yang
disebut Sapi peranakan ongole (PO).
Ciri-ciri sapi Ongole :
a. Punuk
yang besar dan kulit longgar dengan banyak lipatan di bawah leher dan perut,
telinga panjang serta menggantung.
b. Temperamen
tenang dengan mata besar, tanduk pendek dan hampir tak terlihat
c.
Warna bulu putih
kusam agak kehitam-hitaman dan warna kulit kuning.
2.
Sapi
Madura
Sapi
madura merupaka keturunan perkawinan silang antara Bos Sondaicus dan
Bos Indicus. Sapi ini memiliki ciri
warisan dari kedua golongan sapi tersebut. Dalam perkembangannya di Indonesia, sejak tahun 1990 sapi jenis
madura ini sudah di usahakan kebakuannya sehingga keturunannya memiliki
karakteristik yang seragam, serta dikenal dengan nama sapi madura.
Ciri-ciri
Sapi Madura :
a.
Baik
jantan maupun yang merah betina berwarna merah bata (warisan Bos Sondaicus)
b. Paha
bagian belakang berwarna putih, tetapi kaki depan berwarna merah muda.
c.
Tanduk
pendek, ada yang melengkung seperti bulan sabit, tetapi ada yng lurus ke sampingkemudian
ke atas atau mengarah ke depan.
d.
Pada
yang jantan tubuh yang depan lebih kuat daripada bagian belakang, berponok kecil
(warisan dari Bos Indicus).
3. Sapi Brahman
Sapi
Brahman merupakan sapi keturunan Bos
Indicus
yang berhasil dijinakkan
di India, tetapi mengalami perkembangan pesat di Amerika Serikat. Sapi Brahman
diekspor ke Amerika Serikat pada tahun 1849, dan disana diseleksi dan dikembangkan
genetiknya melalui penelitian yang cukup lama. Tidak mengherankan bahwa sampai
sekarang sebagian besar bibit sapi Brahman Amerika Serikat diekspor ke berbagai negara,
dan masuk Indonesia sejak tahun 1974.
Ciri-ciri Sapi Brahman
:
a. Ponoknya
longgar, gelambirnya lebar dan lipatan kulit dibawah perut juga lebar.
b. Telinganya
panjang dan bergelantung
c. Warna
bulunya pada umumnya abu-abu tetapi ada juga yang merah
d. Dapat
beradaptasi dengan makanan yang jelek
e. Berat
badan sapi jantan bisa mencapai 800-1000 kg, yang betina 400-700 kg.
4.
Sapi Bali
Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi yang
berdarah murni karena merupakan hasil domestifikasi (penjinakan) langsung dari
banteng liar. Banteng liar tersebut kini ,masih
dapat ditemui di hutan ujung kulon (Jabar), Ujung Waten (Jatim), dan Taman
Nasional Bali Barat. Dengan
demikian sapi Bali merupakan Ras atau bangsa sapi tersendiri yang asli berasal dari
negara kita.
Ciri-ciri sapi bali jantan :
a.
Warna
bulu badan hitam (kecuali kaki dan pantat)
b.
Tanduk
agak dibagian luar dari kepala mengarah latera dorsal dan membelok dorso carsial
c.
Tubuhnya
relatif besar dibanding dengan sapi betina, berat sapi dewasa rata-rata 350
kg-450 kgdan tinggoi badan 130 cm – 140 cm.
Ciri-ciri
sapi bali betina :
a.
Warna bulu badan
merah bata (kecuali kaki dan pantat).
b.
Tanduk agak
dibagian dalam dari kepala, mengarah latero dorsal dan membelok dorso medial.
c.
Tubuh relatif
lebih kecil dibandingkan dengan sapi jantan dan berat sapi dewasa 250 kg – 350
kg.
2.2.2 Pakan
1.
Hijauan
Segar, ialah makanan hijauan yang diberikan dalam keadaan segar. Yang termasuk
bahan hijauan segar ialah rumput segar, batang jagung muda, kacang-kacangan dan
lain-lain yang masih segar. Jumlah hijau-hijauan yang diberikan kepada sapi di
Indonesia 30-40 kg. Bahan makanan hijauan berfungsi sebagai pengenyang, sumber mineral, karbohidrat,
vitamin-vitamin dan protein (terutama
yang berasal dari kacang-kacangan).
2.
Hijauan
Kering, ialah makanan yang berasal dari hijauan yang dikeringkan, misalnya
jerami dan hay. Jerami aialah hasil ikutan pertanian seperti padi, kacang
tanah, kedelai, jagung dan lain-lain
yang berupa batang dan ranting Sedankan hay adalah hijauan dri jenis
rumput-rumputan yang sengaja ditanam, kemudian dipanen menjelang berbunga dan
langsung dikeringkan.
a.
Konsentrat
(Makanan Penguat)
Ialah bahan makanan yang
konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif rendah dan
mudah dicerna. Bahan tersebut berupa dedak, atau karul, mungkil kelapa, bungkil
kacang tanah, ketela pohon dan lain-lain. Pada umumnya para perternak di dalam
menyajikan makanan penguat ini masih sederhana. Mereka hanya membuat susunan
atau campuran makanan yang terdiri dari 2 macam bahan saja, dam bahkan ada yang
satu macam bahan. Contoh susunan makanan yang terdiri dari 2 macam bahan : 1
bahan bungkil kelapa 4 bagian dedak halus. Bahan makan penguat hanya diberikan
kepada sapi sebanyak 2-3 kg/ekor/hari.
b.
Bahan Makanan
Tambahan
1.
Vitamin
Vitamin berfungsi untuk
mempertahankan kekuatan tubuh dan kondisi kesehatan. Unsur vitamin biasanya
cukup tersedia dalam pakan, terutama hijauan dan konsentrat. Selain itu
kebanyakan vitamin untuk sapi dibentuk dalam pencernaan lewat fermentasi dan
kerja mikroba rumen. Vitamin diberikan dalam bentuk feed supplement minyak
ikan. Sapi yang kurang vitamin terutama vitamin A dan vitamn D dapat diberi
feed supplement atau minyak ikan .
Vitamin diberikan dalam bentuk feer-supplement minyak ikan. Sapi yang kekurangan vitamin, terutama vitamin A (Pro-vit A) dan vitamin D dapat diberikan feed-supplement atau minyak ikan.
Vitamin diberikan dalam bentuk feer-supplement minyak ikan. Sapi yang kekurangan vitamin, terutama vitamin A (Pro-vit A) dan vitamin D dapat diberikan feed-supplement atau minyak ikan.
2.
Mineral
Mineral merupakan salah
satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi
ternak sapi seperti metabolisme protein, energi, serta biosintesa zat-zat
makanan esensial. Untuk
mencegah kekurangan unsur-unsur mineral, khususnya Ca, P dan NaCl, ternak sapi
dapat diberi tepung tulang, tepung kapur tembok (CaCO³) dan garam dapur. Tepung
tulang biasanya mengandung Ca 23-33% dan P 10-18%.
3.
Protein
Protein bagi sapi
berfungsi untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak, membentuk sel-sel tubuh
baru, dan sumber energi. Untuk itu sapi membutuhkan pakan yang mengandung
protein bermutu tinggi, seperti hijauan dan dedak. Pada umumnya bahan-bahan
makanan yang mengandung zat protein tinggi harganya mahal. Untuk mencegah keracunan,
dosis pemberian urea tidak boleh banyak. Maka sebagai penghematan, bahan makanan dapat ditambah dengan urea.
Untuk mencegah keracunan, dosis pemberian urea tidak boleh terlalu banyak.
Dosis pemberian 1 % dari seluruh ransum, atau ± 20 gram/100 kg berat badan
sapi.
2.2.3
Perkandangan
Usaha peternakan,
termasuk usaha ternak sapi potong/kerja, tidak terlepas dari masalah pembuatan
kandang, Tujuan pembuatan kandang tersebut adalah melindungi ternak terhadap
gangguan dari luar yang merugikan, misalnya: Gangguan terik matahari, hujan dan
angin yang kencang.
Untuk memenuhi standar
kegunaan, kandang harus dibuat dengan beberapa persyaratan teknis sebagai
berikut :
1. Terbuat
dari bahan-bahan bekalitas, tahan lama. Dan tidak mudah rusak.
2. Apabila
hendak membuat kandang koloni, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi
sehingga sapi bisa bergerak leluasa.
3. Kontruksi
lantai kandang dibuat dengan kemiringan 5-10˚,
sehingga tidak ada air yang menggenang. Selain itu bahan lantai kandang dibuat
dari bahan yang tidak menyebabkan becek.
4. Harus
dibuat sistem sirkulasi udara yang memungkinkan lancarnya keluar masuk udara.
5. Sinar
matahari sebaiknya bisa masuk secara keseluruahn tanpa dihambat oleh keberadaan
pohon atau dinding kandang.
Konstruksi kandang yang
dibangun dengan perencanaan dan teknis yang benar akan menjamin kenyamanan
hidup ternak., sebab bangunan kandang erat hubungannya dengan kehidupan ternak.
Konstruksi bangunan kandang yang benar ialah yang dirancang sesuai dengan iklim
setempat, jenis ternak dan tujuan usaha peternakan itu sendiri. Maka di dalam
bangunan konstruksi kandang perlu diperhatikan ialah :
1. Tinggi
Bangunan
Kandang didaerah
dataran rendah lebih tinggi
daripada dipegunungan. Hal ini dimaksud agar udara panas didalam ruang kandang
lebih bebas bergerak atau berganti.
2. Atap
dan bayangan atap
Atap yang menutup
bagunan kandang bagian atas berfungsi untuk menghindarkan air hujan
dan terik matahari mejaga kehangatan sapi di malam hari. Tanpa atap pada malam
hari sapi akan kedinginan, sebab pana di dalam ruangan akan keluar paling
banyak lewat bagian atas.
3. Ventilasi
Kandang
Ventilasi kandang harus
dibuat dan diatur sesuai dengan tempat dan kebutuhan ternak. Kebutuhan
ventilasi kandang di dataran rendah harus dibuat lebih besar dan lebih banyak
daripada di dataran tinggi pegunungan. Sebab di dataran rendah umumnya udara
lebih panas daripada di dataran tinggi/pegungungan.
4. Lantai
Kandang
Lantai kandang, baik
lantai tanah, adukan semen, aspal, batu-batu dan sebagainya harus dibuat agak
miring. Kemiringan lantai kandang cukup di buat 5 cm saja. Kemiringan lantai
ini bertujuan agar air kencing sapi tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran
dan tilam yang dipakai sebagai alas ternak sehingga kesehatan sapi tetap
terjamin.
2.2. Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran usahatani
sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang
dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya
dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, disebut usahatani untuk
petani, melaut untuk nelayan, dan beternak untuk peternak (Rahim, 2007)
Biaya usahatani
diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a.
Biaya tetap (fixed
cost)
Biaya tetap umumnya diartikan sebagai biaya yang
relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh
banyak atau sedikit. Biaya tetap ini biasanya meliputi pajak, penyusutan alat
dan lain-lain.
b.
Biaya tidak
tetap (variabel cost)
Biaya tidak
tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas
pertanian yang diperoleh. Jika menginginkan produksi komoditas yang tinggi,
faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja perlu ditambah, dan sebgainya
sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena tergantung dari
besar-kecilnya produksi.
2.3. Penerimaan
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Soekatawi (1995), menyatakan penerimaan mempunyai dua
pengertian, yaitu :
a.
Pendapatan
kotor, merupakan nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, dijual maupun
tidak dijual.
b.
Pendapatan
bersih, merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran
total.
Penerimaan meupakan harga suatu barang yang akan
dikalikan dengan jumlah barang yang dihasilkan. Segi penerimaan sering
diterangkan dalam proses produksi bahwa untuk mnghasilkan barang-barang dan
jasa diperlukan faktor produksi yang digunakan ini diberikan balas jasa berupa
sewa, upah, serta gajih atau keuntungan.
2.4. Pendapatan
Pendapatan usahatani
merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain
pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendaptan
bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas
pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim, 2007).
2.5. R/C
Ratio
Kelayakan ekonomis suatu usaha dapat dihitung dengan menggunakan rumus R/C ratio
yaitu jumlah penerimaan (Total Revenue) dibagi dengan biaya total (TotalCost)
( Suratiyah, 2006) dengan kriteria ;
R/C > 1, Usahatani
Untung
R/C < 1, Usahatani rugi
R/C = 1, Usahatani impas
(tidak untung/tidak rugi)
2.6.
B/C
Ratio
Analisis benefit cost (B/C)
ratio ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C; hanya saja
pada analisis B/C ini data yang dipentingkan adalah besarnya manfaat.
Secara teoretis manfaat ini dihitung dengan rumus sebagai berikut : (Soekartawi, 1995).
Dengan kriteria sebagai
berikut :
B/C > 1, usahatani menguntungkan (tambahan manfaat/penerimaan
lebih besar dari tambahan biaya).
B/C < 1, usahatani rugi (tambahan biaya lebih
besar dari tambahan penerimaan).
B/C = 1, usahatani impas (tambahan penerimaan sama
dengan tambahan biaya).
2.7. Kerangka
Pikir
Skala usaha peternakan merupakan faktor yang
mempengaruhi besarnya produksi dan besarnya revenue yang diterima. Biaya
produksi yang dikeluarkan untuk usaha peternakan sapi potong terdiri atas biaya
tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan adalah penyusutan
bangunan, peralatan. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan adalah pakan, bibit, dan
transportasi. Penerimaan yang diterima oleh usaha peternakan sapi potong
berasal dari penjualan sapi. Biaya produksi dan penerimaan yang didapat akan diketahui
besarnya pendapatan yang diterima apabila suatu usahatani mengalami keuntungan maka bisa dinilai apakah
usahatani ini layak untuk dilaksanakan ataupun tidak layak. Untuk lebih jelasnya secara
skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar
1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Analisis Pendapatan Kelompok Peternak Sapi Potong Pada Kelompok Tani Cipta
Usaha di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai
Kartanegara. Waktu penelitian dimulai dari bulan September sampai dengan Oktober 2015.
3.2. Definisi Operasional
Agar dapat
diperoleh pengertian dan batasan yang lebih jelas mengenai apa yang akan
diteliti sesuai dengan konsep di atas, maka diberi penjelasan sebagai berikut :
1.
Responden adalah anggota Kelompok Tani Cipta Usaha yang memelihara sapi potong (penggemukan)
yang berjumlah 29 orang untuk kemudian dijual ketika mendekati lebaran
Haji/Idul Adha.
2.
Biaya produksi adalah total biaya tetap
yang ditambah dengan total biaya tidak tetap yaitu selama pemeliharaan sapi
sampai siap jual dalam pemeliharaannya yaitu selama 6 bulan yang meliputi :
a. Biaya
Penyusutan alat adalah menghitung harga pembelian dibagi dengan umur teknis
alat yang bersangkutan.
b. Biaya
Sarana Produksi yang meliputi biaya pembuatan kandang dan biaya pakan.
c. Biaya
Tenaga Kerja adalah biaya yang
dikeluarkan dalam hal pemeliharaan sapi. Biaya ini dihitung berdasarkan upah
yang berlaku dilokasi penelitian yang berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK).
3. Penerimaan
yaitu penerimaan yang diperoleh peternak dari hasil penjualan produk berupa
sapi potong penggemukkan selama 6 bulan pada saat menjelang lebaran Haji/Idul
Adha.
4. Pendapatan
adalah selisih dari total penerimaan dari hasil penjualan sapi dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan 6 bulan pada saat
menjelang lebaran Haji/Idul Adha.
5. R/C ratio
adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya selama 6 bulan
pemeliharaan sapi potong penggemukkan.
6. B/C ratio
adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya yang telah di
faktor diskon dengan tingkat suku bunga yang berlaku selama 6 bulan
pemeliharaan sapi potong penggemukkan.
3.3. Sumber Data
Datanya
bersumber dari :
1.
Pengumpulan data primer adalah data yang
diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yang
dilanjutkan dengan wawancara mendalam (interview)
kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun dengan
masalah yang akan diteliti agar peneliti menjadi lebih mendalam dan akurat.
2.
Pengumpulan data sekunder adalah data
yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi, yaitu buku-buku
atau studi kepustakaan.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.
Field
Work Research yaitu data yang diperoleh dengan cara
mengadakan pengamatan lansung ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara
langsung pada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun
sesuai dengan tujuan penelitian. Data primer yang diperlukan antara lain
identitas responden, biaya produksi; yang meliputi biaya sarana produksi, biaya
tenaga kerja (tenaga upahan) dan biaya penyusutan alat.
2.
Library
Research yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan,
instansi yang terkait dan sumber lain yang dapat menunjang penelitian ini.
3.5. Metode Pengambilan Sampel
Jumlah anggota 62 orang
dan yang
mengusahakan sapi potong
untuk penggemukan hanya sebanyak 29 responden dan. Berdasarkan
jumlah data 29 responden tersebut
pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Metode sensus dikenal juga
sebagai metode pencacah lengkap. Artinya semua individu yang ada dalam populasi
dicacah sebagai responden. Dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai (Daniel, 2002).
3.6. Teknik Analisi Data
Data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianaliasis, dibahas, dan
ditarik kesimpulan. Analisis data sebagai berikut :
Menurut
Soekartawi (2002) dalam Rahim (2007), untuk mengetahui besar pendapatan ternak
digunakan rumus :
Pd = TR – TC
Dimana
: Pd : Pendapatan usahatani
TR : Total penerimaan (total revenue)
TC : Total biaya (total cost)
Menurut Soekartawi (2002) dalam
Rahim (2007) untuk menghitung besar penerimaan dapat diketahui dengan rumus :
TR
= Y x Py
Dimana
: TR : Total penerimaan
Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py : Harga Y
Menurut Rahim (2007), untuk menghitung besar
biaya digunakan dengan rumus :
TC
= FC + VC
Dimana
: TC : Total biaya (total
cost)
FC : Besar biaya (fix cost)
VC : Biaya variabel (variabel cost)
Padmowijo (2001), menghitung
penyusutan alat sebagai berikut :
D
=
Dimana
: D : Penyusutan
Nb : Harga barang saat pembelian
Jue : Jangka umur pakai bangunan, mesin-mesin
dan alat-alat pertanian
Suratiyah (2006), untuk mengetahui
perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, denga rumus
sebagai berikut :
R/C
Ratio =
Dimana
: R/C Ratio : Rasio perbandingan antara penerimaan
dengan
biaya
TR : Total Penerimaan (Total Revenue)
TC : Biaya Total (Total Cost)
Soekartawi (1995), untuk menghitung besarnya manfaat B/C secara teoretis
dihitung sebagai berikut :
Dimana : B/C :
Benefit-cost ratio
i :
Tingkat bunga yang berlaku
t : Jangka waktu usaha tani
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Sumber Sari merupakan Salah Satu Desa Baru dari 3 (Tiga ) Desa Yaitu Desa
Sepakat, Desa Jongkang dan Desa Sumber Sari di Kecamatan Loa Kulu. Desa Sumber
Sari yang merupakan hasil Pemekaran dari
Desa Loh Sumber. Desa Sumber Sari mempunyai luas wilayah seluas 1.416.Ha. Iklim Desa Sumber Sari ,
sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan
penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang
ada di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.Desa Sumber Sari mempunyai 2 Dusun
dan 11 RT dan Jumlah Penduduk 2.989 Jiwa. (Data
Penduduk Tahun 2013)
Batas –batas Desa Sumber Sari
Sebelah
Utara : Desa Rempanga dan desa
Ponoragan
Sebelah
Selatan : Desa Loh Sumber
Sebelah
Timur : Desa Loh Sumber dan Ponoragan
Sebelah
Barat : Desa Jahab Tenggarong
Tabel
1. Batas Wilayah Desa Sumber Sari
NO
|
BATAS DESA
|
ARAH
|
1
|
Desa
Rempanga dan desa Ponoragan
|
Utara
|
2
|
Desa
Loh Sumber
|
Selatan
|
3
|
Desa
Loh Sumber dan Ponoragan
|
Timur
|
4
|
Desa
Jahab Tenggarong
|
Barat
|
Sumber : Peta Desa Sumber Sari Tahun 2013
4.1.1
Keadaan Penduduk
Desa Sumber Sari
mempunyai jumlah penduduk 2.989 Jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.513 jiwa,
perempuan 1.476 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 860 KK yang tersebar dalam 2
Dusun dan 11 RT dengan perincian sebagaimana tabel :
NO
|
DUSUN
|
NAMA
RT
|
JUMLAH
KEPALA
KELUARGA
(KK)
|
LAKI-LAKI
(Jiwa)
|
PEREMPUAN
(Jiwa)
|
TOTAL
(Jiwa)
|
1
|
Dusun
I
|
RT.01
|
96
|
153
|
151
|
304
|
2
|
RT.02
|
88
|
131
|
126
|
257
|
|
3
|
RT.03
|
70
|
182
|
180
|
362
|
|
4
|
RT.04
|
106
|
158
|
162
|
320
|
|
5
|
Dusun
II
|
RT.05
|
74
|
157
|
148
|
305
|
6
|
RT.06
|
79
|
237
|
221
|
458
|
|
7
|
RT.07
|
58
|
100
|
83
|
183
|
|
8
|
RT.08
|
70
|
60
|
53
|
113
|
|
9
|
RT.09
|
89
|
162
|
196
|
358
|
|
10
|
RT.10
|
56
|
105
|
95
|
200
|
|
11
|
RT.11
|
74
|
68
|
61
|
129
|
|
JUMLAH
|
860
|
1.513
|
1.476
|
2.989
|
Tabel
2. Jumlah Penduduk Desa Sumber Sari
Sumber : Kantor Desa
Sumber Sari Tahun 2013
4.1.2
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan
merupakan salah satu bagian yang sangat penting guna menunjang kemajuan dari
suatu daerah tersebut. Latar belakang pendidikan penduduk Desa Sumber Sari
sangat bervariasi dengan tingkat pendidikan pra sekolah sebanyak 747 jiwa, SD
620 jiwa, SMP 451 jiwa, SLTA 484, D1-D3 17 Jiwa, Sarjana 40 Jiwa, Pasca Sarjana
4 Jiwa, dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel
3. Tingkat Pendidikan Desa Sumber Sari
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
|
1
|
Pra Sekolah
|
747
|
2
|
SD
|
620
|
3
|
SMP
|
451
|
4
|
SLTA
|
484
|
5
|
D1-D3
|
17
|
6
|
Sarjana
|
40
|
7
|
Pasca Sarjana
|
4
|
Jumlah
|
2363
|
Sumber : Kantor Desa
Sumber Sari Tahun 2013
4.1.3
Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan terhadap 29 responden ternak sapi potong di Kelompok
Cipta Usaha di Desa Sumber Sari diperoleh gambaran karakteristik responden
sebagai berikut :
Tabel
4. Data Responden
No
|
TingkatUmur (Tahun)
|
Jumlah (Jiwa)
|
Persentase %
|
1
|
20-29
|
4
|
14%
|
2
|
30-39
|
4
|
14%
|
3
|
40-49
|
7
|
24%
|
4
|
50-59
|
10
|
34%
|
5
|
60-69
|
2
|
7%
|
6
|
70-79
|
2
|
7%
|
Jumlah
|
29
|
100%
|
Sumber : Data Primer
(diolah), 2015
Tabel 4 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berada pada interval 50-59 tahun sebanyak 10
jiwa atau 34 %. Secara keseluruahan responden di Kelompok Cipta Usaha berada
pada usia masih produktif yang berarti bahwa secara fisik responden masih
memiliki kemampuan untuk mengelola kegiatan usahanya.
4.1.4
Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan yang
rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cara peternak
megusahakan kegiatan ternaknya. Tingkat pendidikan dapat menentukan pola pikir
peternak dan pengetahuan tentang cara beternak yang baik sehingga hasil yang
diperoleh maksimal. Tingkat pendidikan formal yang pernah dicapai oleh
responden secara rinci dapat dilihat pada tabel :
Tabel
5. Pendidikan Responden
No
|
Pendidikan
|
Jumlah (Jiwa)
|
Persentase %
|
1
|
SD
|
14
|
48%
|
2
|
SLTP
|
7
|
24%
|
3
|
SLTA
|
6
|
21%
|
4
|
Sarjana
|
2
|
7%
|
Jumlah
|
29
|
100%
|
Sumber : Data Primer (diolah), 2015
Tabel 5 menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan formal responden yang terbanyak adalah pada tingkat SD
sebanyak 14 jiwa atau sebesar 48 % dari keseluruhan responden. Dengan demikian
dapat diperkiraan bahwa responden pada umumnya dapat memahami informasi yang
ada.
4.2. Keadaan Sapi Potong
Sapi Potong yang
digemukkan pada Kelompok Peternak Cipta Usaha di Desa Sumber Sari ini adalah
jenis sapi Bali dengan berkisar umur antara 1,5 – 2 tahun. Sapi-sapi tersebut
di beli dari Agen sapi potong yang sudah menjadi langganan di Sungai Siring Kota Samarinda.
Waktu penggemukan
biasanya berlangsung selama 6-7 bulan. Sistem penggemukan menggunakan sistem
intensif (kreman) yaitu dengan menempatkan sapi-sapi dalam kandang secara
terus-menerus selama penggemukan. Sapi yang dipelihara oleh peternak ini adalah
Sapi Bali dengan ciri-ciri sapi Bali yang jantan yaitu Warna
bulu badan hitam (kecuali kaki dan pantat), tanduk agak dibagian luar dari
kepala mengarah latera dorsal dan membelok dorso carsial,
tubuhnya relatif besar dibanding dengan sapi betina, berat sapi dewasa
rata-rata 350 kg-450 kg dan tinggi badan 130 cm – 140 cm.
4.2.1 Sistem Kandang
Tujuan
pembuatan kandang adalah melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang
merugikan, misalnya: Gangguan terik matahari, hujan dan angin yang kencang.
Dari pengamatan di lokasi perkandangan anggota kelompok Cipta Usaha meggunakan
tanah sendiri dan dibuat sendiri dengan kontruksi bangunan seadanya cukup untuk
pemeliharaan beberapa ekor sapi dengan sistem kandang terbuka memungkinkan sirkulasi
udara berjalan lancar dan lantai kandang yang berlantaikan semen sehingga
kotoran mudah untuk dibersihkan.
4.2.2
Penyediaan bahan pakan
Pakan
yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan terdiri dari rumput gajah
maupun rerumputan lain dan jerami padi.
Hijauan berupa rumput gajah maupun rerumputan liar lain yang diperoleh dari
lahan peternak sendiri sehingga tidak termasuk dalam biaya pakan. Pemberian
pakan hijauan di berikan berkisar satu karung yang berukuran 50 kg untuk 2-3
ekor sapi dalam satu hari dengan pemberian makan 2-3 kali sehari.
Pemotongan rumput gajah
maupun rerumputan liar lain dilakukan pada umur 40 hari atau 35-60 hari
tergantung kondisi musim saat pemotongan dengan sisa pemotongan kurang lebih 10
cm. Sistem rotasi digunakan dalam proses pemotogan, untuk menjaga ketersediaan
hijauan sepanjang waktu. Penyedian hijauan dilakukan dua kali sehari maupun 3
kali sehari tergantung kemampuan para peternak tersebut memberikan pakannya. Rumput gajah mampu beradaptasi dengan jenis
tanah yang kering dan tanaman ini agak toleran terhadap tanah yang agak
bebatuan dan tidak mengalami genangan air, biasanya tumbuh di ketinggian 0-3000
m, dataran rendah sampai tinggi, curah hujan cukup yaitu sekitar 1000mm/tahun
atau lebih.
Konsentrat
sebagai bahan pakan penguat berupa dedak dengan harga Rp. 2500,-/kg. Penyediaan
dedak ini masing-masing responden dilakukan satu minggu satu kali sebanyak 1 kg.
Garam sebagai bahan tambahan mineral bagi sapi
yang diberikan setiap hari satu bungkus dengan cara dilarutkan ke dalam air
minum sehingga air minum untuk sapi terlarut dalam campuran garam, karena
tekadang sapi tidak mau minum apabila air tidak asin atau terlarut garam.
4.2.3 Pemasaran
Pemasaran
atau penjualan sapi hasil penggemukan dilakukan pada saat menjelang hari raya
Idul Adha/kurban. Pada umumnya para peternak menjual ternaknya langsung kepada
calon pembeli atau kepada pembeli yang sudah menjadi langganan dengan
penafsiran harga hanya berdasarkan penafsiran
penampilan sapi oleh pembeli, bukan berdasarkan bobot badan. Pembeli
datang langsung ke lokasi dan melakukan transaksi dengan pemilik ternak.
Biaya
pengangkutan atau transportasi saat pembelian ditanggung oleh
pembeli/pelanggan, para peternak hanya merima bersih uang dari hasil penjualan
sapi.
4.3.
Penerimaan Usaha Ternak
Penerimaan adalah
segala sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses produksi yang disebut
pendapatan kotor usaha tani atau nilai produksi (value of produktion) yang didefinisikan sebagai nilai produk total usaha
tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan
usaha ternak dihitung dengan mengalikan jumlah ternak dalam satuan ekor dengan
harga jual pada saat data dikumpulkan. Besar kecilnya penerimaan sangat bergantung
pada jumlah penggemukan sapi yang diperoleh. Total Penerimaan usaha ternak pada
musim kurban/Idul Adha tahun 2015 sebesar Rp. 718.500.000. ( Lampiran 1 )
4.4. Biaya Usaha ternak sapi
Biaya dalam usaha ternak sapi adalah sama halnya biaya pada usaha
lainnya, yaitu terdiri dari biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost). Biaya tetap meliputi biaya penyusutan kandang, peralatan kandang dan
air. Biaya tidak tetap meliputi pembelian bibit, pakan, tenaga kerja dan
angkut.
4.4.1 Biaya Tetap
Biaya penyusutan alat yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan
peralatan kandang dan penyusutan kandang serta biaya air, peralatan kandang
yang meliputi cangkul, arit, ember dan sekop. Biaya penyusutan alat di dapat
dengan cara menghitung harga pembelian dikali jumlah alat tersebut dibagi umur
teknis alat yang bersangkutan.
Tabel 6. Total
Biaya Tetap
Jenis
Biaya
|
Uraian
|
Jumlah
(Rp)
|
Biaya
Per Orang (Rp)
|
Biaya Tetap
|
Penyusutan Alat
|
675.000
|
23.276
|
Air
|
3.480.000
|
120.000
|
|
Penyusutan Kandang
|
691.667
|
23.851
|
|
Total
|
4.846.667
|
167.126
|
Sumber: Data Primer (diolah),2015
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa total Total biaya dari penyusutan
alat yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 675.000 dengan rata-rata Rp.
23.276/responden. Peralatan yang digunakan pada usaha ternak sapi yang berupa
arit, cangkul, sekop ember, dengan arit yang berfungsi untuk pengaritan rumput
dengan harga arit setiap responden bervariasi tergantung dari kualitas
barangnya ada beberapa peternak memesan dari luar daerah yaitu jawa dengan
kualitas arit yang baik dengan mata arit yang lebih tajam dan kuat sebanding
pula dengan harganya yang cukup mahal, cangkul dan sekop berfungsi untuk
membersihkan kotoran sapi dilantai kandang dengan harga yang bervariasi juga
tergantung kualitas barang tetapi para peternak memilih harga yang standar karena sesuai kebutuhan kemudian ember untuk
wadah air minum untuk para sapi tersebut yang rata-rata para peternak memeliki
ember bekas cat yang berukuran 25kg dengan harga Rp. 15.000. (lampiran 2)
Air untuk minum sapi para peternak menyambungkan air ledeng (PDAM)
dirumah mereka untuk memberi minum sapi mereka yang bisa menghabiskan 20 liter
air dalam sehari untuk 4 ekor atau lebih sapi dari biaya tambahan air ini dari
rumah mereka berkisar bertambah Rp. 20.000. Total biaya beban air selama
pemeliharaan sapi sebesar Rp. 3.480.000 dengan
rata-rata Rp. 120.000/responden. (Lampiran 3)
Kemudian untuk biaya penyusutan kandang setiap peternak bervariasi
tergantung kebutuhan dan kemampuan serta bahan baku yang digunakan, bahan yang
digunakan papan, kayu, seng untuk atap semen pada lantai. Peternak lebih banyak
mendapat bahan-bahan dari alam sekitar ini mengakibatkan biaya kandang bisa
ditekan lebih murah, adapun biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan kandang adalah
Rp. 691.667
dengan rata-rata Rp. 23.851/responden. (lampiran 4 )
4.4.2 Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh
produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Jika menginginkan produksi
komoditas yang tinggi, faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja perlu
ditambah, dan sebagainya sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena
tergantung dari besar-kecilnya produksi. Adapun biaya tidak tetap yang
dikeluarkan yang meliputi biaya pembelian bibit, pakan, tenaga kerja, dan
angkut selama proses produksi dapat dilihat dari tabel sebagai berikut :
Tabel 7. Total
Biaya Tidak Tetap
JENIS BIAYA
|
URAIAN
|
JUMLAH (Rp)
|
Biaya Per Orang (Rp)
|
Biaya tidak tetap
|
Pembelian Bibit
|
537.775.000
|
18.543.966
|
Pakan Dedak
|
810.000
|
27.391
|
|
Tenaga Kerja
|
46.800.000
|
1.613.793
|
|
Garam
|
7.560.000
|
260.690
|
|
Biaya angkut
|
3.500.000
|
251.379
|
|
Total
|
598.245.000
|
20.629.138
|
Sumber: Data
Primer (diolah),2015
Dari tabel dapat dilihat total biaya pakan dedak adalah Rp. 810.000
dengan rata-rata Rp. 27.391/responden. Pemberian pakan dedak tidak dilakukan
secara rutin dedak diberikan oleh para peternak berkisar satu minggu satu kali
dengan pemberian menjelang panen atau 3 bulan sebelum Idul Adha diberikan sebanyak
1 kg untuk satu ekor sapi dengan harga Rp. 2.500/kg yang didapat dari hasil
penggilingan padi atau ampas dari pengilingan padi itu yang digunakan sebagai
pakan dedak. Pemberian pakan dedak tidak dilakukan semua anggota ada beberapa
peternak tidak memberikan pakan dedak selama pemeliharaan sapi hanya mengandalkan
rumput dan air minum dicampur garam saja karena sesuai kemampuan peternak untuk
pemberian dedak tersebut. (lampiran 5)
Biaya bibit yaitu biaya
yang dikeluarkan peternak untuk pembelian bibit sapi potong penggemukkan, dalam
hal ini pembelian bibit sapi potong per ekor bernilai berbeda setiap responden
dikarenakan setiap bibit sapi potong terdapat kode sapi, setiap kode sapi berat
dan nilai uang berbeda. Dengan standar harga dan bobot sapi saat pembelian di
tengkulak/agen sapi yaitu bibit sapi umur 1,5-2 tahun dengan bobot 200/kg
dihargai per kg yaitu Rp. 42.000 sehingga terjadi berbedaan harga yang
bervariasi tiap bibit sapi. Total biaya bibit sapi potong dari 29 responden
adalah Rp. 537.775.000 dengan rata-rata
Rp. 18.543.966/responden. (lampiran 6)
Biaya tenaga kerja yang dihitung selama 6 bulan dalam pemberian pakan
sapi potong penggemukkan adalah pengaritan pakan hijauan rumput dan
pemeliharaan sapi. Standar upah di lokasi penelitian yaitu rata-rata sebesar
Rp. 80.000 per HOK. Dengan alokasi jam kerja 2 jam/hari selama 6 bulan yang
dilakuan oleh para peternak dalam pengaritan rumput alokasi waktunya yaitu dua
hari sekali untuk pengaritan rumput, rumput dikumpulkan untuk persediaan pakan
selama dua hari. Total biaya tenaga kerja adalah Rp. 46.800.000 dengan rata-rata
Rp. 1.613.793/responden. (lampiran 7).
Garam termasuk bahan
makanan tambahan mineral untuk sapi. Pemberian garam dicampur pada air minum
sapi terkadang sapi juga tidak mau minum apabila air tidak asin atau diberi
garam. Pemberian garam dalam satu hari berkisar satu bungkus dengan harga
berkisar Rp. 1.500/bungkus. Total pemberian garam sebesar Rp. 7.560.000 dengan
rata-rata Rp. 260.690/reponden. (lampiran 8)
Biaya angkut yaitu biaya
yang dikeluarkan untuk pengangkutan/transportasi bibit sapi yang dibeli dari agen
sapi di Samarinda dengan biaya satu kali angkut Rp.700.000 muatan satu mobil Truck 13 ekor bibit sapi dengan jumlah
sapi 59 dan jumlah 5 kali angkutan. Total biaya angkut sebesar Rp.3.500.000. (lampiran 9)
4.4.3 Total Biaya
Dari jumlah biaya tetap dan tidak tetap selanjutnya dilakukan perhitungan
total biaya. Total biaya didapat dari menjumlah total biaya tetap dan total
biaya tidak tetap. Adapun total biaya (TC) disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 8. Total Biaya Usaha Ternak Sapi
NO
|
JENIS BIAYA
|
URAIAN
|
JUMLAH (Rp)
|
SUB TOTAL (Rp)
|
1
|
Biaya Tetap
|
Penyusutan Alat
|
675.000
|
4.846.667
|
Air
|
3.480.000
|
|||
Penyusutan Kandang
|
691.667
|
|||
2
|
Biaya Tidak Tetap
|
Pembelian Bibit
|
537.775.000
|
|
Pakan Dedak
|
810.000
|
|||
Tenaga Kerja
|
46.800.000
|
|||
Garam
|
7.560.000
|
|||
Biaya angkut
|
3.500.000
|
598.245.000
|
||
Total
|
603.091.667
|
|||
Rerata biaya per responden
|
20.796.264
|
Dari tabel dapat diketahui total biaya yang dikeluarkan meliputi biaya
tetap meliputi penyusutan alat, air dan kandang sebesar Rp. 4.846.667 dan biaya tidak tetap
meliputi pembelian bibit, pakan, tenaga kerja, garam dan angkut sebesar Rp. 598.245.000. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 603.091.667
dengan rata-rata Rp. 20.796.264/responden.
4.5. Pendapatan Usaha Ternak Sapi
Pendapatan merupakan
selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha
ternak sapi potong penggemukkan. Dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9. Pendapatan Usaha Ternak Sapi
Total Penerimaan (Rp)
|
Total Biaya (Rp)
|
Pendapatan
(Rp)
|
718.500.000
|
603.091.667
|
115.408.333
|
Rata-rata
|
3.979.598
|
Sumber: Data Primer (diolah),2015
Dari tabel di atas dapat
diketahui total penerimaan sebesar Rp.
718.500.000 dan besar pendapatan dari hasil usaha ternak sapi potong selama 6
bulan adalah sebesar Rp 115.408.333
dengan rata-rata Rp. 3.979.598/responden. Dalam
hal ini para peternak sapi potong di Kelompok Tani Cipta Usaha adalah sebagai
usaha tambahan atau tambahan penghasilan bagi mereka masih ada penghasilan lain
dari beternak sapi ini yaitu dari hasil biogas, pejualan pupuk kandang serta
dari bertani dan buruh tani dan pekerjaan lain.
4.6. Perhitungan R/C Ratio
Perhitungan R/C ratio digunakan
untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost)
dalam usaha ternak sapi pada Kelompok Cipta Usaha dalam satu periode musim Idul
Adha/kurban 2015. Adapun hasil perhitungan R/C
ratio sebagai berikut :
R/C
ratio =
=
= 1,191
Maka dengan R/C ratio sebesar 1,191 nilai lebih
besar dari satu dapat dikatakan usaha pada ternak sapi Kelompok Tani Cipta
Usaha di Desa Sumber Sari tersebut menguntungkan.
4.7. Perhitungan B/C ratio
Analisis benefit cost ratio (B/C) ratio ini pada
prinsipnya sama saja dengan R/C ratio,
hanya saja B/C ini data yang
dipentingkan adalah besarnya manfaat dimana Benefit/total
penerimaan sebesar Rp. 718.500.000 dan Cost/tambahan
biaya sebesar Rp 603.091.667 di
faktor diskon 0,0116 dari tingkat suku bunga yang berlaku (suku
bunga pinjaman) yaitu 14% per tahun / 1,16% per bulan ( Bank BRI). Dengan menggunakan bantuan software excel yang telah dilakukan
didapat nilai B/C sebesar 1,135. (
lampiran 10)
Dari nilai B/C sebesar 1,135
dapat dikatakan usaha pada Kelompok Cipta Usaha di Desa Sumber Sari layak
diusahakan dengan angka > 1 (tambahan
manfaat/penerimaan
lebih besar dari tambahan biaya).
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan
penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil penelitian yang dilakukan
sebagai berikut :
1. Pendapatan total usaha ternak sapi potong pada Kelompok Tani Cipta Usaha di
Desa Sumber Sari pada musim kurban/Idul Adha 2015 jumlah penerimaan responden
sebesar Rp. 718.500.000 dan besar pendapatan peternak dari 29 responden di
Kelompok Tani Cipta Usaha selama 6 bulan sebesar Rp 603.091.667 dengan
rata-rata Rp. 3.979.598/responden.
2.
R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan
(revenue) dan biaya (cost). Berdasarkan hasil pengamatan pada
usaha ternak sapi pada Kelompok Tani Cipta Usaha dalam satu periode musim Idul Adha/kurban
2015 dapat diketahui bahwa R/C ratio
perbandingan antara penerimaan (revenue)
sebesar Rp. 718.500.000 dan biaya (cost)
sebesar Rp. 3.979.598. Sehingga R/C ratio
yang di dapat sebesar 1,191.
3.
Analisis benefit
cost ratio (B/C) ratio ini pada prinsipnya sama saja dengan R/C ratio, hanya saja B/C ini data yang dipentingkan adalah
besarnya manfaat dimana Benefit/total
penerimaan sebesar Rp. 718.500.000 dan Cost/tambahan
biaya sebesar Rp. 600.744.167 di
faktor diskon 0,0116 dari tingkat suku
bunga yang berlaku yaitu 14% per tahun / 1,16% per bulan ( Bank BRI) dan
didapat nilai B/C sebesar 1,135.
5.2. Saran
1.
Dilihat dari nilai jual masih terlihat
perbedaan signifikan antar peternak satu dengan yang lainnya hal ini disebabkan
oleh belum adanya standar harga jual. Diharapkan pada kelompok tani dapat
membuat standar harga baku sehingga ada persamaan standar harga jual misalkan
dengan menggunakan satuan kilogram. Kemudian untuk memaksimalkan harga jual peternak
sapi diharapkan memaksimalkan pemeliharaan sapi tersebut dan meningkatkan
kualitas sapi yang dijual baik dari sisi berat maupun kesehatan sapi.
2.
Kepada kelompok dapat aktif untuk meminta
bantuan kepada Pemerintah khususnya Dinas Peternakan serta Dinas Peternakan
sendiri dapat memberikan perhatian lebih terhadap Kelompok Tani Cipta Usaha
dapat memberikan bimbingan mengenai pelatihan terhadap peternak dan pemeriksaan
kesehatan hewan secara berkala pemberian bantuan bahan pakan tambahan agar
pertumbuhan sapi maksimal dan meningkatkan daya jual.
3.
Pemasaran atau penjualan sapi pada
Kelompok Tani Cipta Usaha yang lebih ditingkatkan lagi agar tidak bertumpu pada
konsumen atau pelanggan lama saja, sehingga tidak adanya penurunan dari jumlah
ternak dan para peternaknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pusat Statistik
(Kutai Kartanegara dalam angka : 2013)
Daniel, Moehar. 2002. Metode Penelitian Sosial
Ekonomi, Jakarta : PT. Bumi Aksara
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Kutai
Kartanegara 2013)
Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Jakarta.
Fahrul 2010. Analisis
Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.
Skripsi Fak. Peternakan Universitas Hassanudin. Jakarta: PT.
Agro Media Pustaka.
Hartono (2014), Analisis
Usaha Peternakan Sapi Potong Di Kelompok Tani Pancong Jaya Desa Waru Timur
Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Skripsi Fak. Peternakan Universitas
Brawijaya.
Kanisius. 2000.
Petunjuk Beternak Sapi Potong, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Peternakanunhas.2011.Beternak Sapi Potong. http://peternakanunhas.blogspot.com/2011/04/beterna-sapi-potong.html. Diakses : 25 Mei 2014
Rahim & Retno. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus), Jakarta : Penebar Swadaya
Riszqina. 2006.
Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong
dan Sapi Bakalan Karapan di Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep. Skripsi Fak.
Peternakan Universitas Diponogoro.
Siregar. 2009. Penggemukan Sapi. Jakarta : Penebara Swadaya.
Soekartawi.
1995. Analisis Usaha Tani, Jakarta : Universitas Indonesia.
Soeprapto Herry & Abidin Zainal
2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong.
Suratiyah. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Tanari,
M. Estimasi Dinamika Populasi dan Produktivitas Sapi Bali, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2000.
No comments:
Post a Comment