Wednesday, April 18, 2018

Contoh Skripsi Revisi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan pada saat ini peternakan di Indonesia sudah banyak yang berskala industri. Perkembangan ini tentu saja harus diimbangi dengan pengelolaan yang profesional dan disertai dengan tata laksana yang baik. Tanpa pengelolaan dan tata laksana yang baik, produksi ternak yang akan dihasilkan tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan peternak bisa mengalami kerugian yang cukup besar (Riszqina, 2006).
Pembangunan peternakan merupakan bagian dari penbangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai konsekuensi atas pertambahan jumlah penduduk indonesia. Perkembangan pola konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah. Pada awal kemerdekaan, pembangunan pertanian lebih diarahkan untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat. Secara nasional kebutuhan daging sapi dan kerbau tahun 2012 untuk konsumsi dan industri sebanyak 484 ribu ton, sedangkan ketersediaannya sebanyak 399 ribu ton (82,5 persen) dicukupi dari sapi lokal, sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 85 ribu ton (17,5 persen). Kekurangan ini dipenuhi dari impor berupa sapi bakalan dan daging yaitu sapi bakalan sebanyak 283 ribu ekor (setara dengan daging 51 ribu ton) dan impor daging beku sebanyak 34 ribu ton  (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).
Ketersediaan untuk memenuhi konsumsi tersebut diperoleh dari pemotongan ternak sapi dan kerbau lokal dari sentra utama populasi dan produksi Indonesia khususnya Jawa Barat, Banten, NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Lampung dan Sulawesi Selatan. Kekurangan penyediaan konsumsi dicukupi melalui impor sapi bakalan dari Australia dan daging beku terutama dari Australia dan New Zealand (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).
Usaha ternak sapi potong merupakan usaha yang saat ini banyak dipilih rakyat untuk dibudidayakan. Kemudahan dalam melakukan budidaya serta kemampuan ternak untuk mengkonsumsi limbah pertanian menjadi pilihan utama. Sebagian besar skala kepemilikan sapi potong di tingkat rakyat masih kecil yaitu antara 5 sampai 10 ekor. Hal ini dikarenakan usaha ternak yang dijalankan oleh rakyat umumnya hanya dijadikan sampingan yang sewaktu – waktu dapat digunakan jika petani peternak memerlukan uang dalam jumlah tertentu.
Peternak sapi potong merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi dimulai dari pemeliharaan bibit hingga sapi tersebut dewasa dan siap untuk dijual pada konsumen. Usaha ternak sapi potong secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan keluarga, karena pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak sapi potong dapat memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap pendapatan keluarga. Usaha Sapi potong akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat maupun daerah yang mengusahakan sapi potong. Pada mulanya usaha penggemukan sapi hanya dilakukan oleh peternak di beberapa daerah tertentu saja di Jawa, seperti Bondowoso, Magetan, Wonogiri, dan Jember. Dewasa ini usaha penggemukan sapi sudah menyebar ke beberapa daerah di luar Jawa, seperti Lampung, Sulawesi Selatan, dan Aceh serta di Kabupaten Kutai Kartanegara oleh Dinas Peternakan tahun 2014 dibeberapa kecamatan meliputi Tenggarong, Loa Janan, Sebulu Muara Kaman, Kota Bangun, Muara Muntai, Muara Wis, Kenohan, Kembang Janggut dan Muara Badak.
Penggemukan sapi dapat dilakukan secara perseorangan maupun secara perusahaan dalam skala usaha besar. Namun, ada pula yang mengusahakan secara kelompok dalam kandang yang berkelompok pula. Perkembangan usaha penggemukan sapi didorong oleh permintaan daging yang terus-menerus meningat dari tahun ke tahun dan timbulnya keinginan sebagian besar peternak sapi untuk mejual sapi-sapinya dengan harga yang lebih pantas (Siregar, 2009).
Potensi dan peluang pada sub sektor peternakan dititikberatkan pada beberapa komoditas. Terutama komoditas yang diarahkan untuk memenuhi swasembada kebutuhan konsumsi ternak di Kalimantan Timur. Jenis komoditi ternak yang menjadi produk unggulan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah ternak sapi potong, sapi perah, ternak kambing dan ayam ras, petelur dan kerbau kalang. Sapi potong merupakan komoditas yang masih diimpor untuk memenuhi konsumsi penduduk. Saat ini lebih dari 30.000 ekor sapi didatangkan dari Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan untuk memenuhi permintaan daging sapi di kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara jumlah populasi sapi di Kalimantan Timur hanya sekitar 36.000 ekor. Hingga kini ternak sapi masih diusahakan secara tradisional oleh penduduk sebagai mata pencaharian sampingan atau dijadikan tabungan. Belum ada investor yang menanamkan modalnya membudidayakan ternak sapi potong secara modern.
Secara umum di Kabupaten Kutai Kartanegara populasi ternak mengalami peningkatan secara fluktuarif. Populasi sapi potong tahun 2013 sejumlah 25.640 ekor tahun 2012 berjumlah 25.467 mengalami peningkatan sebesar 0.68%. Populasi kerbau tahun 2013 sejumlah 3.005 ekor dan tahun 2012  berjumlah 4.219 ekor terjadi penurunan sebesar 28%, populasi kambing tahun 2013 sejumlah 6.468 tahun 2012 berjumlah 6.888 ekor mengalami penurunan 6.1 persen, ternak babi tahun 2013 sejumlah 3.695 dan tahun 2012 berjumlah 4.878 ekor mengalami peningkatan sebesar 32 persen. Konsumsi produksi peternakan seperti daging di Kabupaten Kutai Kartanegara  berasal dari lokal dan pemasukan dari luar daerah dengan konsumsi daging 7,6 kg/kapita tahun 2013 (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013).
Ternak di Kecamatan Loa Kulu meliputi kerbau, sapi potong, kambing, dan babi. Untuk sapi potong, populasinya paling tinggi yaitu 2.941 ekor, sedang untuk kerbau hanya ada 89 ekor, kambing 1.227 ekor dan babi sebanyak 379 ekor. Khusus untuk babi populasi terbesarnya ada di desa Lung Anai (BPS Kutai Kartanegara, 2013).
Desa Sumber Sari merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Loa Kulu yang berpotensi dalam usaha peternakan sapi potong. Peternak sapi potong di Kelompok Tani Cipta Usaha merupakan kelompok yang mengusahakan ternak sapi potong penggemukkan yang sudah cukup lama berdiri dan setiap tahunnya anggota kelompok tersebut bertambah sampai saat ini berjumlah 62 orang. Dengan kata lain dalam usaha ini memberikan pendapatan tambahan bagi para peternak tersebut. Untuk menghitung pendapatan dalam usaha tersebut diperlukan perhitungan meliputi komponen biaya, yang meliputi biaya tetap dan tidak tetap dalam pemeliharaan sapi sehingga dari keseluruhan biaya akan diperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan akan diketahui nilai layak dari usaha ternak sapi potong tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Kelompok Peternak Sapi Potong Pada Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan  suatu permasalahan penelitian adalah berapa besar pendapatan yang diterima dan berapa angka R/C serta B/C Ratio dari hasil penjualan usaha ternak sapi di Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu pada lebaran haji/idul adha 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima dan berapa angka R/C serta B/C Ratio dari hasil penjualan  usaha ternak sapi di Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu pada lebaran haji/idul adha 2015.


1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
1.   Agar kita dapat mengetahui besarnya pendapatan usaha peternak sapi potong pada Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari sehingga diketahui kelayakannya.
2.   Sebagai bahan informasi bagi mayarakat tentang potensi beternak sapi potong di Desa Sumber Sari.
3.   Bagi peneliti-peneliti lanjutan, hasil penelitian merupakan informasi awal untuk mengembangkan penelitian lainnya di bidang pertanian.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Penelitian Sebelumnya
Fahrul (2010) , Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten BarruPendapatan sapi potong Menguntungkan dengan rata-rata pendapatan per tahun yang diperoleh peternak pada stratum A dengan kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun, stratum B dengan kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C dengan kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.  
Adapun persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang komoditi sapi, sedangkan perbedaannya pada tempat penelitiannya. Penelitian sebelumnya di lakukan di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru, sedangkan penelitian yang akan saya laksanakan di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.
Hartono (2014), Analisis Usaha Peternakan Sapi Potong Di Kelompok Tani Pancong Jaya Desa Waru Timur Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Modal  yang  dibutuhkan  sebesar  Rp 16.861.718/ST  yaitu  modal  tetap sebesar  Rp  10.116.206/ST (59,99  %) dan  modal  kerja  sebesar  Rp 6.745.512/ST (40,01 %). Usaha  peternakan  sapi  potong menguntungkan  dengan  biaya produksi  sebesar  Rp  6.745.512. Penerimaan  peternak  sebesar  Rp 8.834.  Pendapatan  peternak  sebesar Rp  2.089.028  untuk  tiap  satuan ternak (ST) dalam 1 tahun. Usaha  peternakan  sapi  potong efisiensi apabila dilihat dari nilai R/C Ratio yaitu sebesar 1,31.
Adapun persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang komoditi sapi, sedangkan perbedaannya pada tempat penelitiannya. Penelitian sebelumnya di lakukan di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru, sedangkan penelitian yang akan saya laksanakan di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.
2.2.   Tinjauan Umum Sapi Potong
            Sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong. Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama.    
Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah pemeliharaan sapi-sapi dengan cara dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak.
Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi potong asli Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole.
Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha. Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong di kenal dua alternatif, yaitu:
1.   Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya.
2.   Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang dihrapkan adalah hasil penggemukan.
Pemilihan sapi potong bibit dan bakalan yang akan di pelihara, akan tergantung pada selera petani ternak dan kemampuan modal yang dimiliki. Namun secara umum yang menjadi pilihan petani peternak, adalah sapi potong yang pada umumnya dipelihara di daerah atau lokasi peternakan, dan yang paling mudah pemasarannya.
2.2.1    Jenis-jenis Sapi Potong
1. Sapi Ongole
            Sapi ongole merupakan sapi keturunan Bos Indicus yang berhasil dijinakkan di India. Sapi ongole masuk di Indonesia mulai abad ke 19, dan dikembangkan cukup baik di pulau Sumba, sehingga lebih populer dikenal sebagai sapi sumba Ongole. Persilangan sapi ongole jantan murni dengan sapi betina Jawa, menghasilkan keturunan yang disebut Sapi peranakan ongole (PO).
Ciri-ciri sapi Ongole :
a.       Punuk yang besar dan kulit longgar dengan banyak lipatan di bawah leher dan perut, telinga panjang serta menggantung.
b.      Temperamen tenang dengan mata besar, tanduk pendek dan hampir tak terlihat
c.       Warna bulu putih kusam agak kehitam-hitaman dan warna kulit kuning.
2.      Sapi Madura
Sapi madura merupaka keturunan perkawinan silang antara Bos Sondaicus dan Bos Indicus. Sapi ini memiliki ciri warisan dari kedua golongan sapi tersebut. Dalam perkembangannya di Indonesia, sejak tahun 1990 sapi jenis madura ini sudah di usahakan kebakuannya sehingga keturunannya memiliki karakteristik yang seragam, serta dikenal dengan nama sapi madura.
Ciri-ciri Sapi Madura :
a.      Baik jantan maupun yang merah betina berwarna merah bata (warisan Bos Sondaicus)
b.      Paha bagian belakang berwarna putih, tetapi kaki depan berwarna merah muda.
c.         Tanduk pendek, ada yang melengkung seperti bulan sabit, tetapi ada yng lurus ke sampingkemudian ke atas atau mengarah ke depan.
d.      Pada yang jantan tubuh yang depan lebih kuat daripada bagian belakang, berponok kecil (warisan dari Bos Indicus).
3.      Sapi Brahman
            Sapi Brahman merupakan sapi keturunan Bos Indicus yang berhasil dijinakkan di India, tetapi mengalami perkembangan pesat di Amerika Serikat. Sapi Brahman diekspor ke Amerika Serikat pada tahun 1849, dan disana diseleksi dan dikembangkan genetiknya melalui penelitian yang cukup lama. Tidak mengherankan bahwa sampai sekarang sebagian besar bibit sapi Brahman Amerika Serikat diekspor ke berbagai negara, dan masuk Indonesia sejak tahun 1974.
Ciri-ciri Sapi Brahman :
a.       Ponoknya longgar, gelambirnya lebar dan lipatan kulit dibawah perut juga lebar.
b.      Telinganya panjang dan bergelantung
c.       Warna bulunya pada umumnya abu-abu tetapi ada juga yang merah
d.      Dapat beradaptasi dengan makanan yang jelek
e.       Berat badan sapi jantan bisa mencapai 800-1000 kg, yang betina 400-700 kg.
4.      Sapi Bali
Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi yang berdarah murni karena merupakan hasil domestifikasi (penjinakan) langsung dari banteng liar. Banteng liar tersebut kini ,masih dapat ditemui di hutan ujung kulon (Jabar), Ujung Waten (Jatim), dan Taman Nasional Bali Barat. Dengan demikian sapi Bali merupakan Ras atau bangsa sapi tersendiri yang asli berasal dari negara kita.
Ciri-ciri sapi bali jantan :
a.          Warna bulu badan hitam (kecuali kaki dan pantat)
b.         Tanduk agak dibagian luar dari kepala mengarah latera dorsal dan membelok dorso carsial
c.          Tubuhnya relatif besar dibanding dengan sapi betina, berat sapi dewasa rata-rata 350 kg-450 kgdan tinggoi badan 130 cm – 140 cm.
Ciri-ciri sapi bali betina :
a.          Warna bulu badan merah bata (kecuali kaki dan pantat).
b.         Tanduk agak dibagian dalam dari kepala, mengarah latero dorsal dan membelok dorso medial.
c.          Tubuh relatif lebih kecil dibandingkan dengan sapi jantan dan berat sapi dewasa 250 kg – 350 kg.
2.2.2     Pakan
1.      Hijauan Segar, ialah makanan hijauan yang diberikan dalam keadaan segar. Yang termasuk bahan hijauan segar ialah rumput segar, batang jagung muda, kacang-kacangan dan lain-lain yang masih segar. Jumlah hijau-hijauan yang diberikan kepada sapi di Indonesia 30-40 kg. Bahan makanan hijauan berfungsi sebagai  pengenyang, sumber mineral, karbohidrat, vitamin-vitamin dan  protein (terutama yang berasal dari kacang-kacangan).
2.    Hijauan Kering, ialah makanan yang berasal dari hijauan yang dikeringkan, misalnya jerami dan hay. Jerami aialah hasil ikutan pertanian seperti padi, kacang tanah, kedelai, jagung dan lain-lain  yang berupa batang dan ranting Sedankan hay adalah hijauan dri jenis rumput-rumputan yang sengaja ditanam, kemudian dipanen menjelang berbunga dan langsung dikeringkan.
a.       Konsentrat (Makanan Penguat)
Ialah bahan makanan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan tersebut berupa dedak, atau karul, mungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon dan lain-lain. Pada umumnya para perternak di dalam menyajikan makanan penguat ini masih sederhana. Mereka hanya membuat susunan atau campuran makanan yang terdiri dari 2 macam bahan saja, dam bahkan ada yang satu macam bahan. Contoh susunan makanan yang terdiri dari 2 macam bahan : 1 bahan bungkil kelapa 4 bagian dedak halus. Bahan makan penguat hanya diberikan kepada sapi sebanyak 2-3 kg/ekor/hari.
b.      Bahan Makanan Tambahan
1.    Vitamin
Vitamin berfungsi untuk mempertahankan kekuatan tubuh dan kondisi kesehatan. Unsur vitamin biasanya cukup tersedia dalam pakan, terutama hijauan dan konsentrat. Selain itu kebanyakan vitamin untuk sapi dibentuk dalam pencernaan lewat fermentasi dan kerja mikroba rumen. Vitamin diberikan dalam bentuk feed supplement minyak ikan. Sapi yang kurang vitamin terutama vitamin A dan vitamn D dapat diberi feed supplement atau minyak ikan .
Vitamin diberikan dalam bentuk  feer-supplement minyak ikan. Sapi yang kekurangan vitamin, terutama vitamin A (Pro-vit A) dan vitamin D dapat diberikan feed-supplement atau minyak ikan.
2.    Mineral
Mineral merupakan salah satu zat yang mempunyai peranan pokok dalam hal pertumbuhan dan reproduksi ternak sapi seperti metabolisme protein, energi, serta biosintesa zat-zat makanan esensial. Untuk mencegah kekurangan unsur-unsur mineral, khususnya Ca, P dan NaCl, ternak sapi dapat diberi tepung tulang, tepung kapur tembok (CaCO³) dan garam dapur. Tepung tulang biasanya mengandung Ca 23-33% dan P 10-18%.
3.    Protein
Protein bagi sapi berfungsi untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak, membentuk sel-sel tubuh baru, dan sumber energi. Untuk itu sapi membutuhkan pakan yang mengandung protein bermutu tinggi, seperti hijauan dan dedak. Pada umumnya bahan-bahan makanan yang mengandung zat protein tinggi harganya mahal. Untuk mencegah keracunan, dosis pemberian urea tidak boleh banyak. Maka sebagai penghematan, bahan makanan dapat ditambah dengan urea. Untuk mencegah keracunan, dosis pemberian urea tidak boleh terlalu banyak. Dosis pemberian 1 % dari seluruh ransum, atau ± 20 gram/100 kg berat badan sapi.
2.2.3     Perkandangan
Usaha peternakan, termasuk usaha ternak sapi potong/kerja, tidak terlepas dari masalah pembuatan kandang, Tujuan pembuatan kandang tersebut adalah melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan, misalnya: Gangguan terik matahari, hujan dan angin yang kencang.
Untuk memenuhi standar kegunaan, kandang harus dibuat dengan beberapa persyaratan teknis sebagai berikut :
1.   Terbuat dari bahan-bahan bekalitas, tahan lama. Dan tidak mudah rusak.
2.   Apabila hendak membuat kandang koloni, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi sehingga sapi bisa bergerak leluasa.
3.   Kontruksi lantai kandang dibuat dengan kemiringan 5-10˚, sehingga tidak ada air yang menggenang. Selain itu bahan lantai kandang dibuat dari bahan yang tidak menyebabkan becek.
4.   Harus dibuat sistem sirkulasi udara yang memungkinkan lancarnya keluar masuk udara.
5.   Sinar matahari sebaiknya bisa masuk secara keseluruahn tanpa dihambat oleh keberadaan pohon atau dinding kandang.
Konstruksi kandang yang dibangun dengan perencanaan dan teknis yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak., sebab bangunan kandang erat hubungannya dengan kehidupan ternak. Konstruksi bangunan kandang yang benar ialah yang dirancang sesuai dengan iklim setempat, jenis ternak dan tujuan usaha peternakan itu sendiri. Maka di dalam bangunan konstruksi kandang perlu diperhatikan ialah :
1.      Tinggi Bangunan
Kandang didaerah dataran rendah lebih tinggi daripada dipegunungan. Hal ini dimaksud agar udara panas didalam ruang kandang lebih bebas bergerak atau berganti.
2.      Atap dan bayangan atap
Atap yang menutup bagunan kandang bagian atas berfungsi untuk menghindarkan air hujan dan terik matahari mejaga kehangatan sapi di malam hari. Tanpa atap pada malam hari sapi akan kedinginan, sebab pana di dalam ruangan akan keluar paling banyak lewat bagian atas.
3.      Ventilasi Kandang
Ventilasi kandang harus dibuat dan diatur sesuai dengan tempat dan kebutuhan ternak. Kebutuhan ventilasi kandang di dataran rendah harus dibuat lebih besar dan lebih banyak daripada di dataran tinggi pegunungan. Sebab di dataran rendah umumnya udara lebih panas daripada di dataran tinggi/pegungungan.
4.      Lantai Kandang
Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal, batu-batu dan sebagainya harus dibuat agak miring. Kemiringan lantai kandang cukup di buat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam yang dipakai sebagai alas ternak sehingga kesehatan sapi tetap terjamin.
2.2.   Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, disebut usahatani untuk petani, melaut untuk nelayan, dan beternak untuk peternak (Rahim, 2007)
Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a.    Biaya tetap (fixed cost)
Biaya tetap umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap ini biasanya meliputi pajak, penyusutan alat dan lain-lain.
b.    Biaya tidak tetap (variabel cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Jika menginginkan produksi komoditas yang tinggi, faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja perlu ditambah, dan sebgainya sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena tergantung dari besar-kecilnya produksi.



2.3.  Penerimaan
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Soekatawi (1995), menyatakan penerimaan mempunyai dua pengertian, yaitu :
a.    Pendapatan kotor, merupakan nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, dijual maupun tidak dijual.
b.    Pendapatan bersih, merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total.
Penerimaan meupakan harga suatu barang yang akan dikalikan dengan jumlah barang yang dihasilkan. Segi penerimaan sering diterangkan dalam proses produksi bahwa untuk mnghasilkan barang-barang dan jasa diperlukan faktor produksi yang digunakan ini diberikan balas jasa berupa sewa, upah, serta gajih atau keuntungan.
2.4.  Pendapatan
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendaptan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim, 2007).




2.5.   R/C Ratio
Kelayakan ekonomis suatu usaha dapat dihitung  dengan menggunakan rumus R/C ratio yaitu jumlah penerimaan (Total Revenue) dibagi dengan biaya total (TotalCost) ( Suratiyah, 2006) dengan kriteria ;
R/C > 1, Usahatani Untung
R/C < 1, Usahatani rugi
R/C = 1, Usahatani impas (tidak untung/tidak rugi)
2.6.  B/C Ratio
Analisis benefit cost (B/C) ratio ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C; hanya saja pada analisis B/C ini data yang dipentingkan adalah besarnya manfaat. Secara teoretis manfaat ini dihitung dengan rumus sebagai berikut :  (Soekartawi, 1995).
Dengan kriteria sebagai berikut :
B/C > 1, usahatani menguntungkan (tambahan manfaat/penerimaan lebih besar dari tambahan biaya).
B/C < 1, usahatani rugi (tambahan biaya lebih besar dari tambahan penerimaan).
B/C = 1, usahatani impas (tambahan penerimaan sama dengan tambahan biaya).
2.7.  Kerangka Pikir
Skala usaha peternakan merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya produksi dan besarnya revenue yang diterima. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk usaha peternakan sapi potong terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan adalah penyusutan bangunan, peralatan. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan adalah pakan, bibit, dan transportasi. Penerimaan yang diterima oleh usaha peternakan sapi potong berasal dari penjualan sapi. Biaya produksi dan penerimaan yang didapat akan diketahui besarnya pendapatan yang diterima apabila suatu usahatani mengalami keuntungan maka bisa dinilai apakah usahatani ini layak untuk dilaksanakan ataupun tidak layak. Untuk lebih jelasnya secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
 









Gambar 1.     Bagan Kerangka Pikir Penelitian Analisis Pendapatan Kelompok Peternak Sapi Potong Pada Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Waktu penelitian dimulai dari bulan September sampai dengan Oktober 2015.
3.2.  Definisi Operasional
Agar dapat diperoleh pengertian dan batasan yang lebih jelas mengenai apa yang akan diteliti sesuai dengan konsep di atas, maka diberi penjelasan sebagai berikut :
1.        Responden adalah anggota Kelompok Tani Cipta Usaha yang memelihara sapi potong (penggemukan) yang berjumlah 29 orang untuk kemudian dijual ketika mendekati lebaran Haji/Idul Adha.
2.        Biaya produksi adalah total biaya tetap yang ditambah dengan total biaya tidak tetap yaitu selama pemeliharaan sapi sampai siap jual dalam pemeliharaannya yaitu selama 6 bulan yang meliputi :
a.    Biaya Penyusutan alat adalah menghitung harga pembelian dibagi dengan umur teknis alat yang bersangkutan.
b.    Biaya Sarana Produksi yang meliputi biaya pembuatan kandang dan biaya pakan.  
c.    Biaya Tenaga Kerja  adalah biaya yang dikeluarkan dalam hal pemeliharaan sapi. Biaya ini dihitung berdasarkan upah yang berlaku dilokasi penelitian yang berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK).
3.    Penerimaan yaitu penerimaan yang diperoleh peternak dari hasil penjualan produk berupa sapi potong penggemukkan selama 6 bulan pada saat menjelang lebaran Haji/Idul Adha.
4.    Pendapatan adalah selisih dari total penerimaan dari hasil penjualan sapi dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan 6 bulan pada saat menjelang lebaran Haji/Idul Adha.
5.    R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya selama 6 bulan pemeliharaan sapi potong penggemukkan.
6.    B/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya yang telah di faktor diskon dengan tingkat suku bunga yang berlaku selama 6 bulan pemeliharaan sapi potong penggemukkan.
3.3.  Sumber Data
Datanya bersumber dari :
1.        Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yang dilanjutkan dengan wawancara mendalam (interview) kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun dengan masalah yang akan diteliti agar peneliti menjadi lebih mendalam dan akurat.
2.        Pengumpulan data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi, yaitu buku-buku atau studi kepustakaan.
3.4.  Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.        Field Work Research yaitu data yang diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan lansung ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara langsung pada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data primer yang diperlukan antara lain identitas responden, biaya produksi; yang meliputi biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja (tenaga upahan) dan biaya penyusutan alat.
2.        Library Research yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, instansi yang terkait dan sumber lain yang dapat menunjang penelitian ini.
3.5.  Metode Pengambilan Sampel
Jumlah anggota 62 orang dan yang mengusahakan sapi potong untuk penggemukan hanya sebanyak 29 responden dan. Berdasarkan jumlah data 29 responden tersebut pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Metode sensus dikenal juga sebagai metode pencacah lengkap. Artinya semua individu yang ada dalam populasi dicacah sebagai responden. Dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai (Daniel, 2002).
3.6.  Teknik Analisi Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianaliasis, dibahas, dan ditarik kesimpulan. Analisis data sebagai berikut :
Menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim (2007), untuk mengetahui besar pendapatan ternak digunakan rumus :

                           Pd = TR – TC
Dimana :          Pd        : Pendapatan usahatani
                        TR       : Total penerimaan (total revenue)
                        TC       : Total biaya (total cost)
            Menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim (2007) untuk menghitung besar penerimaan dapat diketahui dengan rumus :
                                                TR = Y x Py
Dimana :          TR       : Total penerimaan
                        Y         : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
                        Py        : Harga Y
            Menurut Rahim (2007), untuk menghitung besar biaya digunakan dengan rumus :
                                                TC = FC + VC
Dimana :          TC       : Total biaya (total cost)
                        FC       : Besar biaya (fix cost)
                        VC      : Biaya variabel (variabel cost)
            Padmowijo (2001), menghitung penyusutan alat sebagai berikut :
                                                D = 
Dimana :          D         : Penyusutan
                        Nb       : Harga barang saat pembelian
                                    Jue       : Jangka umur pakai bangunan, mesin-mesin dan alat-alat   pertanian
Suratiyah (2006), untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, denga rumus sebagai berikut :
R/C Ratio =
Dimana :          R/C Ratio        : Rasio perbandingan antara penerimaan dengan
                                                  biaya
                        TR                   : Total Penerimaan (Total Revenue)
                        TC                   : Biaya Total (Total Cost)
Soekartawi (1995), untuk menghitung besarnya manfaat B/C secara teoretis dihitung sebagai berikut :
Dimana :             B/C      : Benefit-cost ratio
                        i           : Tingkat bunga yang berlaku
                        t           : Jangka waktu usaha tani



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Sumber Sari  merupakan Salah Satu  Desa Baru dari 3 (Tiga ) Desa Yaitu Desa Sepakat, Desa Jongkang dan Desa Sumber Sari di Kecamatan Loa Kulu. Desa Sumber Sari  yang merupakan hasil Pemekaran dari Desa Loh Sumber. Desa Sumber Sari mempunyai luas wilayah seluas  1.416.Ha. Iklim Desa Sumber Sari , sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu.Desa Sumber Sari mempunyai 2 Dusun dan 11 RT dan Jumlah Penduduk 2.989 Jiwa. (Data Penduduk Tahun 2013)
Batas –batas  Desa Sumber Sari
Sebelah Utara     : Desa Rempanga dan desa Ponoragan
Sebelah Selatan : Desa Loh Sumber
Sebelah Timur    : Desa Loh Sumber dan Ponoragan
Sebelah Barat     : Desa Jahab Tenggarong
Tabel 1.  Batas Wilayah Desa Sumber Sari
NO
BATAS DESA
ARAH
1
Desa Rempanga dan desa Ponoragan
Utara
2
Desa Loh Sumber
Selatan
3
Desa Loh Sumber dan Ponoragan
Timur
4
Desa Jahab Tenggarong
Barat
Sumber : Peta  Desa Sumber Sari Tahun 2013
4.1.1 Keadaan Penduduk
Desa Sumber Sari mempunyai jumlah penduduk 2.989 Jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.513 jiwa, perempuan 1.476 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 860 KK yang tersebar dalam 2 Dusun dan 11 RT dengan perincian sebagaimana tabel :
NO
DUSUN
NAMA RT
JUMLAH KEPALA
KELUARGA
(KK)
LAKI-LAKI
(Jiwa)
PEREMPUAN
(Jiwa)
TOTAL
(Jiwa)


1
Dusun I
RT.01
96
153
151
304
2

RT.02
88
131
126
257
3

RT.03
70
182
180
362
4

RT.04
106
158
162
320


5
Dusun II
RT.05
74
157
148
305
6

RT.06
79
237
221
458
7

RT.07
58
100
83
183
8

RT.08
70
60
53
113
9

RT.09
89
162
196
358
10

RT.10
56
105
95
200
11

RT.11
74
68
61
129

JUMLAH

860
1.513
1.476
2.989
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Sumber Sari
Sumber : Kantor Desa Sumber Sari Tahun 2013
4.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat penting guna menunjang kemajuan dari suatu daerah tersebut. Latar belakang pendidikan penduduk Desa Sumber Sari sangat bervariasi dengan tingkat pendidikan pra sekolah sebanyak 747 jiwa, SD 620 jiwa, SMP 451 jiwa, SLTA 484, D1-D3 17 Jiwa, Sarjana 40 Jiwa, Pasca Sarjana 4 Jiwa, dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Desa Sumber Sari
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1
Pra Sekolah
747
2
SD
620
3
SMP
451
4
SLTA
484
5
D1-D3
17
6
Sarjana
40
7
Pasca Sarjana
4
Jumlah
2363
Sumber : Kantor Desa Sumber Sari Tahun 2013
4.1.3 Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap 29 responden ternak sapi potong di Kelompok Cipta Usaha di Desa Sumber Sari diperoleh gambaran karakteristik responden sebagai berikut :
Tabel 4. Data Responden
No
TingkatUmur (Tahun)
Jumlah (Jiwa)
Persentase %
1
20-29
4
14%
2
30-39
4
14%
3
40-49
7
24%
4
50-59
10
34%
5
60-69
2
7%
6
70-79
2
7%
Jumlah
29
100%
Sumber : Data Primer (diolah), 2015
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada interval 50-59 tahun sebanyak 10 jiwa atau 34 %. Secara keseluruahan responden di Kelompok Cipta Usaha berada pada usia masih produktif yang berarti bahwa secara fisik responden masih memiliki kemampuan untuk mengelola kegiatan usahanya.


4.1.4 Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cara peternak megusahakan kegiatan ternaknya. Tingkat pendidikan dapat menentukan pola pikir peternak dan pengetahuan tentang cara beternak yang baik sehingga hasil yang diperoleh maksimal. Tingkat pendidikan formal yang pernah dicapai oleh responden secara rinci dapat dilihat pada tabel :
Tabel 5. Pendidikan Responden
No
Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
Persentase %
1
SD
14
48%
2
SLTP
7
24%
3
SLTA
6
21%
4
Sarjana
2
7%
Jumlah
29
100%

Sumber : Data Primer (diolah), 2015
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal responden yang terbanyak adalah pada tingkat SD sebanyak 14 jiwa atau sebesar 48 % dari keseluruhan responden. Dengan demikian dapat diperkiraan bahwa responden pada umumnya dapat memahami informasi yang ada.
4.2. Keadaan Sapi Potong                                                         
Sapi Potong yang digemukkan pada Kelompok Peternak Cipta Usaha di Desa Sumber Sari ini adalah jenis sapi Bali dengan berkisar umur antara 1,5 – 2 tahun. Sapi-sapi tersebut di beli dari Agen sapi potong yang sudah menjadi langganan  di Sungai Siring Kota Samarinda.
Waktu penggemukan biasanya berlangsung selama 6-7 bulan. Sistem penggemukan menggunakan sistem intensif (kreman) yaitu dengan menempatkan sapi-sapi dalam kandang secara terus-menerus selama penggemukan. Sapi yang dipelihara oleh peternak ini adalah Sapi Bali dengan ciri-ciri sapi Bali yang jantan yaitu Warna bulu badan hitam (kecuali kaki dan pantat), tanduk agak dibagian luar dari kepala mengarah latera dorsal dan membelok dorso carsial, tubuhnya relatif besar dibanding dengan sapi betina, berat sapi dewasa rata-rata 350 kg-450 kg dan tinggi badan 130 cm – 140 cm.
4.2.1 Sistem Kandang
Tujuan pembuatan kandang adalah melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan, misalnya: Gangguan terik matahari, hujan dan angin yang kencang. Dari pengamatan di lokasi perkandangan anggota kelompok Cipta Usaha meggunakan tanah sendiri dan dibuat sendiri dengan kontruksi bangunan seadanya cukup untuk pemeliharaan beberapa ekor sapi dengan sistem kandang terbuka memungkinkan sirkulasi udara berjalan lancar dan lantai kandang yang berlantaikan semen sehingga kotoran mudah untuk dibersihkan.
4.2.2 Penyediaan bahan pakan
Pakan yang diberikan adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan terdiri dari rumput gajah maupun rerumputan lain  dan jerami padi. Hijauan berupa rumput gajah maupun rerumputan liar lain yang diperoleh dari lahan peternak sendiri sehingga tidak termasuk dalam biaya pakan. Pemberian pakan hijauan di berikan berkisar satu karung yang berukuran 50 kg untuk 2-3 ekor sapi dalam satu hari dengan pemberian makan 2-3 kali sehari. 
Pemotongan rumput gajah maupun rerumputan liar lain dilakukan pada umur 40 hari atau 35-60 hari tergantung kondisi musim saat pemotongan dengan sisa pemotongan kurang lebih 10 cm. Sistem rotasi digunakan dalam proses pemotogan, untuk menjaga ketersediaan hijauan sepanjang waktu. Penyedian hijauan dilakukan dua kali sehari maupun 3 kali sehari tergantung kemampuan para peternak tersebut memberikan pakannya.  Rumput gajah mampu beradaptasi dengan jenis tanah yang kering dan tanaman ini agak toleran terhadap tanah yang agak bebatuan dan tidak mengalami genangan air, biasanya tumbuh di ketinggian 0-3000 m, dataran rendah sampai tinggi, curah hujan cukup yaitu sekitar 1000mm/tahun atau lebih.
Konsentrat sebagai bahan pakan penguat berupa dedak dengan harga Rp. 2500,-/kg. Penyediaan dedak ini masing-masing responden dilakukan satu minggu satu kali sebanyak 1 kg.
 Garam sebagai bahan tambahan mineral bagi sapi yang diberikan setiap hari satu bungkus dengan cara dilarutkan ke dalam air minum sehingga air minum untuk sapi terlarut dalam campuran garam, karena tekadang sapi tidak mau minum apabila air tidak asin atau terlarut garam.
4.2.3 Pemasaran
Pemasaran atau penjualan sapi hasil penggemukan dilakukan pada saat menjelang hari raya Idul Adha/kurban. Pada umumnya para peternak menjual ternaknya langsung kepada calon pembeli atau kepada pembeli yang sudah menjadi langganan dengan penafsiran harga hanya berdasarkan penafsiran  penampilan sapi oleh pembeli, bukan berdasarkan bobot badan. Pembeli datang langsung ke lokasi dan melakukan transaksi dengan pemilik ternak.
Biaya pengangkutan atau transportasi saat pembelian ditanggung oleh pembeli/pelanggan, para peternak hanya merima bersih uang dari hasil penjualan sapi.
4.3. Penerimaan Usaha Ternak
Penerimaan adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses produksi yang disebut pendapatan kotor usaha tani atau nilai produksi (value of produktion) yang didefinisikan sebagai nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan usaha ternak dihitung dengan mengalikan jumlah ternak dalam satuan ekor dengan harga jual pada saat data dikumpulkan. Besar kecilnya penerimaan sangat bergantung pada jumlah penggemukan sapi yang diperoleh. Total Penerimaan usaha ternak pada musim kurban/Idul Adha tahun 2015 sebesar Rp. 718.500.000. ( Lampiran 1 )
4.4. Biaya Usaha ternak sapi
Biaya dalam usaha ternak sapi adalah sama halnya biaya pada usaha lainnya, yaitu terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap meliputi biaya penyusutan kandang, peralatan kandang dan air. Biaya tidak tetap meliputi pembelian bibit, pakan, tenaga kerja dan angkut.
4.4.1 Biaya Tetap
Biaya penyusutan alat yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan peralatan kandang dan penyusutan kandang serta biaya air, peralatan kandang yang meliputi cangkul, arit, ember dan sekop. Biaya penyusutan alat di dapat dengan cara menghitung harga pembelian dikali jumlah alat tersebut dibagi umur teknis alat yang bersangkutan.



Tabel 6. Total Biaya Tetap
Jenis Biaya
Uraian
Jumlah (Rp)
Biaya Per Orang (Rp)
Biaya Tetap
Penyusutan Alat
675.000
23.276
Air
3.480.000
120.000
Penyusutan Kandang
691.667
23.851
Total
4.846.667
167.126
 Sumber: Data Primer (diolah),2015
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa total Total biaya dari penyusutan alat yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 675.000 dengan rata-rata Rp. 23.276/responden. Peralatan yang digunakan pada usaha ternak sapi yang berupa arit, cangkul, sekop ember, dengan arit yang berfungsi untuk pengaritan rumput dengan harga arit setiap responden bervariasi tergantung dari kualitas barangnya ada beberapa peternak memesan dari luar daerah yaitu jawa dengan kualitas arit yang baik dengan mata arit yang lebih tajam dan kuat sebanding pula dengan harganya yang cukup mahal, cangkul dan sekop berfungsi untuk membersihkan kotoran sapi dilantai kandang dengan harga yang bervariasi juga tergantung kualitas barang tetapi para peternak memilih harga yang standar  karena sesuai kebutuhan kemudian ember untuk wadah air minum untuk para sapi tersebut yang rata-rata para peternak memeliki ember bekas cat yang berukuran 25kg dengan harga Rp. 15.000. (lampiran 2)
Air untuk minum sapi para peternak menyambungkan air ledeng (PDAM) dirumah mereka untuk memberi minum sapi mereka yang bisa menghabiskan 20 liter air dalam sehari untuk 4 ekor atau lebih sapi dari biaya tambahan air ini dari rumah mereka berkisar bertambah Rp. 20.000. Total biaya beban air selama pemeliharaan sapi sebesar Rp. 3.480.000 dengan rata-rata Rp. 120.000/responden. (Lampiran 3)
Kemudian untuk biaya penyusutan kandang setiap peternak bervariasi tergantung kebutuhan dan kemampuan serta bahan baku yang digunakan, bahan yang digunakan papan, kayu, seng untuk atap semen pada lantai. Peternak lebih banyak mendapat bahan-bahan dari alam sekitar ini mengakibatkan biaya kandang bisa ditekan lebih murah, adapun biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan kandang adalah Rp. 691.667 dengan rata-rata Rp. 23.851/responden. (lampiran 4 )
4.4.2 Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Jika menginginkan produksi komoditas yang tinggi, faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja perlu ditambah, dan sebagainya sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena tergantung dari besar-kecilnya produksi. Adapun biaya tidak tetap yang dikeluarkan yang meliputi biaya pembelian bibit, pakan, tenaga kerja, dan angkut selama proses produksi dapat dilihat dari tabel sebagai berikut :
Tabel 7. Total Biaya Tidak Tetap
JENIS BIAYA
URAIAN
JUMLAH (Rp)
Biaya Per Orang (Rp)
Biaya tidak tetap
Pembelian Bibit
537.775.000
18.543.966
Pakan Dedak
810.000
27.391
Tenaga Kerja
46.800.000
1.613.793
Garam
7.560.000
260.690
Biaya angkut
3.500.000
251.379
Total
598.245.000
20.629.138
Sumber: Data Primer (diolah),2015
Dari tabel dapat dilihat total biaya pakan dedak adalah Rp. 810.000 dengan rata-rata Rp. 27.391/responden. Pemberian pakan dedak tidak dilakukan secara rutin dedak diberikan oleh para peternak berkisar satu minggu satu kali dengan pemberian menjelang panen atau 3 bulan sebelum Idul Adha diberikan sebanyak 1 kg untuk satu ekor sapi dengan harga Rp. 2.500/kg yang didapat dari hasil penggilingan padi atau ampas dari pengilingan padi itu yang digunakan sebagai pakan dedak. Pemberian pakan dedak tidak dilakukan semua anggota ada beberapa peternak tidak memberikan pakan dedak selama pemeliharaan sapi hanya mengandalkan rumput dan air minum dicampur garam saja karena sesuai kemampuan peternak untuk pemberian dedak tersebut. (lampiran 5)
Biaya bibit yaitu biaya yang dikeluarkan peternak untuk pembelian bibit sapi potong penggemukkan, dalam hal ini pembelian bibit sapi potong per ekor bernilai berbeda setiap responden dikarenakan setiap bibit sapi potong terdapat kode sapi, setiap kode sapi berat dan nilai uang berbeda. Dengan standar harga dan bobot sapi saat pembelian di tengkulak/agen sapi yaitu bibit sapi umur 1,5-2 tahun dengan bobot 200/kg dihargai per kg yaitu Rp. 42.000 sehingga terjadi berbedaan harga yang bervariasi tiap bibit sapi. Total biaya bibit sapi potong dari 29 responden adalah Rp. 537.775.000 dengan rata-rata Rp. 18.543.966/responden. (lampiran 6)
Biaya tenaga kerja yang dihitung selama 6 bulan dalam pemberian pakan sapi potong penggemukkan adalah pengaritan pakan hijauan rumput dan pemeliharaan sapi. Standar upah di lokasi penelitian yaitu rata-rata sebesar Rp. 80.000 per HOK. Dengan alokasi jam kerja 2 jam/hari selama 6 bulan yang dilakuan oleh para peternak dalam pengaritan rumput alokasi waktunya yaitu dua hari sekali untuk pengaritan rumput, rumput dikumpulkan untuk persediaan pakan selama dua hari. Total biaya tenaga kerja adalah Rp. 46.800.000 dengan rata-rata Rp. 1.613.793/responden. (lampiran 7).
Garam termasuk bahan makanan tambahan mineral untuk sapi. Pemberian garam dicampur pada air minum sapi terkadang sapi juga tidak mau minum apabila air tidak asin atau diberi garam. Pemberian garam dalam satu hari berkisar satu bungkus dengan harga berkisar Rp. 1.500/bungkus. Total pemberian garam sebesar Rp. 7.560.000 dengan rata-rata Rp. 260.690/reponden. (lampiran 8)
Biaya angkut yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengangkutan/transportasi bibit sapi yang dibeli dari agen sapi di Samarinda dengan biaya satu kali angkut Rp.700.000 muatan satu mobil Truck 13 ekor bibit sapi dengan jumlah sapi 59 dan jumlah 5 kali angkutan. Total biaya angkut sebesar Rp.3.500.000. (lampiran 9)
4.4.3 Total Biaya
Dari jumlah biaya tetap dan tidak tetap selanjutnya dilakukan perhitungan total biaya. Total biaya didapat dari menjumlah total biaya tetap dan total biaya tidak tetap. Adapun total biaya (TC) disajikan dalam tabel berikut:
Text Box: Sumber: Data Primer (diolah),2015Tabel 8. Total Biaya Usaha Ternak Sapi
NO
JENIS BIAYA
URAIAN
JUMLAH (Rp)
SUB TOTAL (Rp)
1
Biaya Tetap
Penyusutan Alat
675.000
4.846.667

Air
3.480.000
Penyusutan Kandang
691.667
2
Biaya Tidak Tetap
Pembelian Bibit
537.775.000
Pakan Dedak
810.000
Tenaga Kerja
46.800.000
Garam
7.560.000
Biaya angkut
3.500.000
598.245.000
Total
603.091.667
Rerata biaya per responden
20.796.264
Dari tabel dapat diketahui total biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tetap meliputi penyusutan alat, air dan kandang sebesar Rp. 4.846.667 dan biaya tidak tetap meliputi pembelian bibit, pakan, tenaga kerja, garam dan angkut sebesar Rp. 598.245.000. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 603.091.667 dengan rata-rata Rp. 20.796.264/responden.
4.5. Pendapatan Usaha Ternak Sapi
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha ternak sapi potong penggemukkan. Dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9. Pendapatan Usaha Ternak Sapi
Total Penerimaan (Rp)
Total Biaya (Rp)
Pendapatan
(Rp)
718.500.000
603.091.667
115.408.333
Rata-rata
3.979.598
Sumber: Data Primer (diolah),2015

Dari tabel di atas dapat diketahui total penerimaan sebesar Rp. 718.500.000 dan besar pendapatan dari hasil usaha ternak sapi potong selama 6 bulan adalah sebesar  Rp 115.408.333 dengan rata-rata Rp. 3.979.598/responden. Dalam hal ini para peternak sapi potong di Kelompok Tani Cipta Usaha adalah sebagai usaha tambahan atau tambahan penghasilan bagi mereka masih ada penghasilan lain dari beternak sapi ini yaitu dari hasil biogas, pejualan pupuk kandang serta dari bertani dan buruh tani dan pekerjaan lain.
4.6. Perhitungan R/C Ratio
Perhitungan R/C ratio digunakan untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost) dalam usaha ternak sapi pada Kelompok Cipta Usaha dalam satu periode musim Idul Adha/kurban 2015. Adapun hasil perhitungan R/C ratio sebagai berikut :
 R/C ratio =
                                                   =
                                                          = 1,191
Maka dengan R/C ratio sebesar 1,191 nilai lebih besar dari satu dapat dikatakan usaha pada ternak sapi Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari tersebut menguntungkan.
4.7. Perhitungan B/C ratio
Analisis benefit cost ratio (B/C) ratio ini pada prinsipnya sama saja dengan R/C ratio, hanya saja B/C ini data yang dipentingkan adalah besarnya manfaat dimana Benefit/total penerimaan sebesar Rp. 718.500.000 dan Cost/tambahan biaya sebesar Rp 603.091.667 di faktor  diskon 0,0116  dari tingkat suku bunga yang berlaku (suku bunga pinjaman) yaitu 14% per tahun / 1,16% per bulan ( Bank BRI).  Dengan menggunakan bantuan software excel yang telah dilakukan didapat nilai B/C sebesar 1,135. ( lampiran 10)
Dari nilai B/C sebesar 1,135 dapat dikatakan usaha pada Kelompok Cipta Usaha di Desa Sumber Sari layak diusahakan dengan angka > 1 (tambahan manfaat/penerimaan lebih besar dari tambahan biaya).



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil penelitian yang dilakukan sebagai berikut :
1.      Pendapatan total usaha ternak sapi potong pada Kelompok Tani Cipta Usaha di Desa Sumber Sari pada musim kurban/Idul Adha 2015 jumlah penerimaan responden sebesar  Rp. 718.500.000 dan besar pendapatan peternak dari 29 responden di Kelompok Tani Cipta Usaha selama 6 bulan sebesar Rp 603.091.667 dengan rata-rata Rp. 3.979.598/responden.
2.      R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Berdasarkan hasil pengamatan pada usaha ternak sapi pada Kelompok Tani Cipta Usaha dalam satu periode musim Idul Adha/kurban 2015 dapat diketahui bahwa R/C ratio perbandingan antara penerimaan (revenue) sebesar Rp. 718.500.000 dan biaya (cost) sebesar Rp. 3.979.598. Sehingga R/C ratio yang di dapat sebesar 1,191.
3.       Analisis benefit cost ratio (B/C) ratio ini pada prinsipnya sama saja dengan R/C ratio, hanya saja B/C ini data yang dipentingkan adalah besarnya manfaat dimana Benefit/total penerimaan sebesar Rp. 718.500.000 dan Cost/tambahan biaya sebesar Rp. 600.744.167 di faktor diskon 0,0116  dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 14% per tahun / 1,16% per bulan ( Bank BRI) dan didapat nilai B/C sebesar 1,135.

5.2. Saran
1.      Dilihat dari nilai jual masih terlihat perbedaan signifikan antar peternak satu dengan yang lainnya hal ini disebabkan oleh belum adanya standar harga jual. Diharapkan pada kelompok tani dapat membuat standar harga baku sehingga ada persamaan standar harga jual misalkan dengan menggunakan satuan kilogram. Kemudian untuk memaksimalkan harga jual peternak sapi diharapkan memaksimalkan pemeliharaan sapi tersebut dan meningkatkan kualitas sapi yang dijual baik dari sisi berat maupun kesehatan sapi.
2.      Kepada kelompok dapat aktif untuk meminta bantuan kepada Pemerintah khususnya Dinas Peternakan serta Dinas Peternakan sendiri dapat memberikan perhatian lebih terhadap Kelompok Tani Cipta Usaha dapat memberikan bimbingan mengenai pelatihan terhadap peternak dan pemeriksaan kesehatan hewan secara berkala pemberian bantuan bahan pakan tambahan agar pertumbuhan sapi maksimal dan meningkatkan daya jual.
3.      Pemasaran atau penjualan sapi pada Kelompok Tani Cipta Usaha yang lebih ditingkatkan lagi agar tidak bertumpu pada konsumen atau pelanggan lama saja, sehingga tidak adanya penurunan dari jumlah ternak dan para peternaknya.




DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (Kutai Kartanegara dalam angka : 2013)
Daniel, Moehar. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Jakarta : PT. Bumi Aksara
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Kutai Kartanegara 2013)
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Jakarta.
Fahrul 2010. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Skripsi Fak. Peternakan Universitas Hassanudin. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.
Hartono (2014), Analisis Usaha Peternakan Sapi Potong Di Kelompok Tani Pancong Jaya Desa Waru Timur Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Skripsi Fak. Peternakan Universitas Brawijaya.
Kanisius. 2000. Petunjuk Beternak Sapi Potong, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Peternakanunhas.2011.Beternak Sapi Potong.  http://peternakanunhas.blogspot.com/2011/04/beterna-sapi-potong.html. Diakses : 25 Mei 2014

Rahim & Retno. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus), Jakarta : Penebar Swadaya
Riszqina. 2006. Analisis  Pendapatan Peternak Sapi Potong dan Sapi Bakalan Karapan di Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep. Skripsi Fak. Peternakan Universitas Diponogoro.
Siregar. 2009. Penggemukan Sapi. Jakarta : Penebara Swadaya.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani, Jakarta : Universitas Indonesia.
Soeprapto Herry & Abidin Zainal 2006. Cara Tepat Penggemukan  Sapi Potong.
Suratiyah. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tanari, M. Estimasi Dinamika Populasi dan Produktivitas Sapi Bali, Universitas     Gajah Mada, Yogyakarta, 2000.

No comments:

Post a Comment