Sunday, April 22, 2018

Gambaran Umum Kutai




Penduduk dan Bahasa 
Sebagian besar penduduk Kutai terutama yang yang berdiam di daerah pantai dan tepian sungai memeluk agama Islam. Sebagian kecil terutama penduduk yang tinggal di pedalaman masih menganut kepercayaan animisme dan sebagian lagi memeluk agama Kristen dan Katholik. 


Penduduk asli di pedalaman dahulunya hidup berpindah-pindah (nomaden), hal ini disebabkan karena mata pencaharian utama mereka adalah berladang dengan berpindah-pindah serta berburu. Sedangkan penduduk yang tinggal di daerah pantai dan tepi sungai, selain hidup dengan bercocok tanam secara menetap juga ada yang hidup sebagai nelayan, pedagang dan pegawai/karyawan di pemerintahan maupun swasta. 


Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Kutai memiliki sifat yang ramah tamah, jujur dan memiliki semangat gotong-royong yang tinggi. Tamu atau pendatang dari luar sangat dihormati. Masyarakatnya juga sangat religius dan memiliki rasa toleransi antar umat beragama yang tinggi. 


Bahasa 
Masyarakat Kutai yang terdiri dari banyak suku dan sub suku memiliki bahasa yang beragam. Beberapa bahasa sub suku yang sudah tidak dipergunakan lagi atau sudah punah adalah bahasa Umaa Wak, Umaa Palaa, Umaa Luhaat, Umaa Palog, Baang Kelo, dan Umaa Sam, bahasa-bahasa tersebut dulunya lazim digunakan oleh masyarakat Dayak di hulu maupun hilir Mahakam. 


Sekarang bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah dikenal hampir di seluruh pelosok Kutai dan dipergunakan sebagai bahasa dalam acara-acara resmi serta untuk berkomunikasi dengan orang luar daerah. Sedangkan bahasa suku hanya dipergunakan untuk berkomunikasi antar anggota suku sendiri. 


Suku Bangsa 
Penduduk Kutai terdiri dari beberapa suku yang secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok suku Melayu dan kelompok suku Dayak. 


Kelompok Suku Melayu 
Menurut kepercayaan penduduk, daerah Kutai dulunya dihuni oleh 5 puak, yaitu: 
1. Puak Pantun yang tinggal di sekitar Muara Ancalong dan Muara Kaman 
2. Puak Punang yang tinggal di sekitar Muara Muntai dan Kota Bangun 
3. Puak Pahu yang mendiami daerah sekitar Muara Pahu 
4. Puak Tulur Dijangkat yang mendiami daerah sekitar Barong Tongkok dan Melak 
5. Puak Melani yang mendiami daerah sekitar Kutai Lama dan Tenggarong 


Puak Pantun, Punang dan Melani tumbuh dan berkembang menjadi suku Kutai yang memiliki bahasa sama namun beda dialek. Dengan demikian suku Kutai adalah suku asli daerah ini. Selanjutnya secara bergelombang berdatangan suku Banjar dan Bugis, sehingga kelompok suku Melayu yang mendiami daerah Kutai terdiri atas suku Kutai, Banjar dan Bugis. 


Kelompok Suku Dayak 
Keturunan Puak Tulur Dijangkat tumbuh dan berkembang menjadi suku Dayak. Mereka berpencar meninggalkan tanah aslinya dan membentuk kelompok suku masing-masing yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung, Bahau, Benuaq, Modang, Penihing, Busang, Bukat, Ohong dan Bentian. 
- Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan Melak, Barong Tongkok dan Muara Pahu 
- Suku Bahau mendiami daerah kecamatan Long Iram dan Long Bagun 
- Suku Benuaq mendiami daerah kecamatan Jempang, Muara Lawa, Damai dan Muara Pahu 
- Suku Modang mendiami daerah kecamatan Muara Ancalong dan Muara Wahau 
- Suku Penihing, suku Bukat dan suku Ohong mendiami daerah kecamatan Long Apari 
- Suku Busang mendiami daerah kecamatan Long Pahangai 
- Suku Bentian mendiami daerah kecamatan Bentian Besar dan Muara Lawa 


Selain suku-suku tersebut, terdapat pula suku-suku lain yaitu suku Dayak Kenyah, Punan, Basap, dan Kayan. 


Suku Kenyah merupakan pendatang dari Apo Kayan, Kab. Bulungan. Kini suku ini mendiami wilayah kecamatan Muara Ancalong, Muara Wahau, Tabang, Long Bagun, Long Pahangai, Long Iram dan Samarinda Ilir. 


Suku Punan merupakan suku Dayak yang mendiami hutan belantara di seluruh Kalimantan Timur mulai dari daerah Bulungan, Berau hingga Kutai. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil di gua-gua batu dan pohon-pohon. Mereka dibina oleh Departemen Sosial melalui Proyek Pemasyarakatan Suku Terasing. 


Suku Basap menurut cerita merupakan keturunan orang-orang Cina yang kawin dengan suku Punan. Mereka mendiami wilayah kecamatan Bontang dan Sangkulirang. 


Suku Kayan berasal dari Kalimantan Tengah, suku ini sering juga disebut dengan suku Biaju. Mereka mendiami daerah kecamatan Long Iram, Long Bagun dan Muara Wahau. 


Keagamaan 
Agama yang paling pesat berkembang dan memiliki penganut terbanyak di daerah Kutai adalah agama Islam. Penganut agama ini terutama adalah suku Kutai dan suku-suku pendatang seperti Banjar, Bugis dan Jawa. Orang-orang Dayak juga ada yang memeluk agama Islam namun jumlahnya tidak terlalu banyak. 


Agama Islam mulai dikenal di Kerajaan Kutai Kartanegara pada awal abad ke-16 dan berkembang pada awal abad ke-17, yakni pada masa pemerintahan Sultan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa (sekitar tahun 1635). Hal ini terbukti dengan adanya Undang Undang Dasar Kerajaan yang disebut Panji Selaten dan Kitab Peraturan yang disebut Undang Undang Beraja Nanti yang jelas bersumber kepada hukum Islam. Sejak itulah agama Islam berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini. 


Agama Kristen menempati kedudukan nomor dua dalam hal banyaknya penganut dan intensifnya penyebaran agama. Mula-mula penyiaran agama ini dilakukan para penginjil dari Jerman dan Swiss. Badan yang mengirimkan perutusan Injil dari Jerman adalah Rheinische Mission Gessellschaft zu Barmen (1863-1925) setelah itu dilanjutkan oleh Evangelische Gessellschaft zu Basel dari Swiss. Kemudian banyak lagi badan-badan Kristen dan Katholik yang melakukan kegiatan-kegiatan penginjilan di wilayah Kutai. Para pengikut agama Kristen dan Katholik sebagian besar adalah dari suku Dayak. 


Selain agama yang disebut diatas, sampai saat ini masih ada sebagian penduduk yang menganut kepercayaan asli setempat, mereka terutama adalah kelompok suku Dayak yang masih sedikit mendapat pengaruh dari luar. Kepercayaan asli berpusat pada penyembahan roh-roh lain (animisme) serta percaya pada kekuatan yang tersembunyi dibalik benda-benda alam (dinamisme). Penganut kepercayaan ini memiliki berbagai macam upacara baik yang berhubungan dengan siklus hidup dan kehidupan manusia (kelahiran, kematian, perkawinan, sakit, dsb) dan upacara yang berkaitan dengan siklus pertanian. Dalam menyelenggarakan upacara-upacara ini, masing-masing suku memiliki variasinya sendiri-sendiri.

Penduduk dan Bahasa Sebagian besar penduduk Kutai terutama yang yang berdiam di daerah pantai dan tepian sungai memeluk agama Islam. Sebagian kecil terutama penduduk yang tinggal di pedalaman masih menganut kepercayaan animisme dan sebagian lagi memeluk agama Kristen dan Katholik. Penduduk asli di pedalaman dahulunya hidup berpindah-pindah (nomaden), hal ini disebabkan karena mata pencaharian utama mereka adalah berladang dengan berpindah-pindah serta berburu. Sedangkan penduduk yang tinggal di daerah pantai dan tepi sungai, selain hidup dengan bercocok tanam secara menetap juga ada yang hidup sebagai nelayan, pedagang dan pegawai/karyawan di pemerintahan maupun swasta. Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Kutai memiliki sifat yang ramah tamah, jujur dan memiliki semangat gotong-royong yang tinggi. Tamu atau pendatang dari luar sangat dihormati. Masyarakatnya juga sangat religius dan memiliki rasa toleransi antar umat beragama yang tinggi. Bahasa Masyarakat Kutai yang terdiri dari banyak suku dan sub suku memiliki bahasa yang beragam. Beberapa bahasa sub suku yang sudah tidak dipergunakan lagi atau sudah punah adalah bahasa Umaa Wak, Umaa Palaa, Umaa Luhaat, Umaa Palog, Baang Kelo, dan Umaa Sam, bahasa-bahasa tersebut dulunya lazim digunakan oleh masyarakat Dayak di hulu maupun hilir Mahakam. Sekarang bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah dikenal hampir di seluruh pelosok Kutai dan dipergunakan sebagai bahasa dalam acara-acara resmi serta untuk berkomunikasi dengan orang luar daerah. Sedangkan bahasa suku hanya dipergunakan untuk berkomunikasi antar anggota suku sendiri. Suku Bangsa Penduduk Kutai terdiri dari beberapa suku yang secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok suku Melayu dan kelompok suku Dayak. Kelompok Suku Melayu Menurut kepercayaan penduduk, daerah Kutai dulunya dihuni oleh 5 puak, yaitu: 1. Puak Pantun yang tinggal di sekitar Muara Ancalong dan Muara Kaman 2. Puak Punang yang tinggal di sekitar Muara Muntai dan Kota Bangun 3. Puak Pahu yang mendiami daerah sekitar Muara Pahu 4. Puak Tulur Dijangkat yang mendiami daerah sekitar Barong Tongkok dan Melak 5. Puak Melani yang mendiami daerah sekitar Kutai Lama dan Tenggarong Puak Pantun, Punang dan Melani tumbuh dan berkembang menjadi suku Kutai yang memiliki bahasa sama namun beda dialek. Dengan demikian suku Kutai adalah suku asli daerah ini. Selanjutnya secara bergelombang berdatangan suku Banjar dan Bugis, sehingga kelompok suku Melayu yang mendiami daerah Kutai terdiri atas suku Kutai, Banjar dan Bugis. Kelompok Suku Dayak Keturunan Puak Tulur Dijangkat tumbuh dan berkembang menjadi suku Dayak. Mereka berpencar meninggalkan tanah aslinya dan membentuk kelompok suku masing-masing yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung, Bahau, Benuaq, Modang, Penihing, Busang, Bukat, Ohong dan Bentian. - Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan Melak, Barong Tongkok dan Muara Pahu - Suku Bahau mendiami daerah kecamatan Long Iram dan Long Bagun - Suku Benuaq mendiami daerah kecamatan Jempang, Muara Lawa, Damai dan Muara Pahu - Suku Modang mendiami daerah kecamatan Muara Ancalong dan Muara Wahau - Suku Penihing, suku Bukat dan suku Ohong mendiami daerah kecamatan Long Apari - Suku Busang mendiami daerah kecamatan Long Pahangai - Suku Bentian mendiami daerah kecamatan Bentian Besar dan Muara Lawa Selain suku-suku tersebut, terdapat pula suku-suku lain yaitu suku Dayak Kenyah, Punan, Basap, dan Kayan. Suku Kenyah merupakan pendatang dari Apo Kayan, Kab. Bulungan. Kini suku ini mendiami wilayah kecamatan Muara Ancalong, Muara Wahau, Tabang, Long Bagun, Long Pahangai, Long Iram dan Samarinda Ilir. Suku Punan merupakan suku Dayak yang mendiami hutan belantara di seluruh Kalimantan Timur mulai dari daerah Bulungan, Berau hingga Kutai. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil di gua-gua batu dan pohon-pohon. Mereka dibina oleh Departemen Sosial melalui Proyek Pemasyarakatan Suku Terasing. Suku Basap menurut cerita merupakan keturunan orang-orang Cina yang kawin dengan suku Punan. Mereka mendiami wilayah kecamatan Bontang dan Sangkulirang. Suku Kayan berasal dari Kalimantan Tengah, suku ini sering juga disebut dengan suku Biaju. Mereka mendiami daerah kecamatan Long Iram, Long Bagun dan Muara Wahau. Keagamaan Agama yang paling pesat berkembang dan memiliki penganut terbanyak di daerah Kutai adalah agama Islam. Penganut agama ini terutama adalah suku Kutai dan suku-suku pendatang seperti Banjar, Bugis dan Jawa. Orang-orang Dayak juga ada yang memeluk agama Islam namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Agama Islam mulai dikenal di Kerajaan Kutai Kartanegara pada awal abad ke-16 dan berkembang pada awal abad ke-17, yakni pada masa pemerintahan Sultan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa (sekitar tahun 1635). Hal ini terbukti dengan adanya Undang Undang Dasar Kerajaan yang disebut Panji Selaten dan Kitab Peraturan yang disebut Undang Undang Beraja Nanti yang jelas bersumber kepada hukum Islam. Sejak itulah agama Islam berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini. Agama Kristen menempati kedudukan nomor dua dalam hal banyaknya penganut dan intensifnya penyebaran agama. Mula-mula penyiaran agama ini dilakukan para penginjil dari Jerman dan Swiss. Badan yang mengirimkan perutusan Injil dari Jerman adalah Rheinische Mission Gessellschaft zu Barmen (1863-1925) setelah itu dilanjutkan oleh Evangelische Gessellschaft zu Basel dari Swiss. Kemudian banyak lagi badan-badan Kristen dan Katholik yang melakukan kegiatan-kegiatan penginjilan di wilayah Kutai. Para pengikut agama Kristen dan Katholik sebagian besar adalah dari suku Dayak. Selain agama yang disebut diatas, sampai saat ini masih ada sebagian penduduk yang menganut kepercayaan asli setempat, mereka terutama adalah kelompok suku Dayak yang masih sedikit mendapat pengaruh dari luar. Kepercayaan asli berpusat pada penyembahan roh-roh lain (animisme) serta percaya pada kekuatan yang tersembunyi dibalik benda-benda alam (dinamisme). Penganut kepercayaan ini memiliki berbagai macam upacara baik yang berhubungan dengan siklus hidup dan kehidupan manusia (kelahiran, kematian, perkawinan, sakit, dsb) dan upacara yang berkaitan dengan siklus pertanian. Dalam menyelenggarakan upacara-upacara ini, masing-masing suku memiliki variasinya sendiri-sendiri.


No comments:

Post a Comment